TIGA tahun malang melintang dalam upaya penumpasan korupsi, membuat keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak bisa dipandang sebelah mata. Sejumlah mantan menteri, gubernur, dan bupati telah diperiksa dan diadili.
Namun, KPK juga tak pernah sepi dari kontroversi. Banyak kalangan yang menilai kinerjanya belum memuaskan, banyak juga yang menilai KPK tebang pilih. Kritik paling pedas akhir tahun lalu, yakni KPK dituding hanya membuat tekor keuangan negara. Pangkal kritik adalah perbedaan besaran dana yang diamankan KPK dari para koruptor, yakni Rp 25 miliar, dibanding besaran dana yang telah dikeluarkan negara untuk KPK, Rp200 miliar. Berbagai kritik itu ditanggapi santai Ketua KPK.
"Kalau hitungannya uang, saya pikir kurang fair. Dalam sebuah usaha, yang namanya modal investasi itu tidak kembali dalam waktu tiga tahun, kalau modal kerja boleh kembali. Jadi tolong dibedakan antara biaya investasi dan modal kerja," katanya dalam wawancara khusus dengan SINDO, Kamis, pekan silam. Berikut petikannya;
KPK banyak mendapat penilaian miring, seperti kinerja yang kurang maksimal, tebang pilih, dan membuat negara tekor. Bagaimana Anda menanggapinya?
Apa pun yang dikatakan orang, kami tetap bertekad menjadi do the best, bukan be the best. Kami akan lakukan secara maksimal apa yang bisa kami lakukan sesuai potensi yang dimiliki. Kami tahu, apa yang kami hasilkan itu sulit untuk mencapai titik kepuasan masyarakat karena kepuasan masyarakat tersebut selalu berkembang. Tapi, tidakkah masyarakat sadar bahwa selama kiprahnya, KPK berani memperkarakan dua gubernur aktif, empat bupati aktif, dan mantan pejabat negara yang belum pernah dilakukan institusi manapun sebelum kehadiran KPK.
Saya tahu,kejaksaan saat ini mencoba untuk menahan dan menyidik seorang direktur bank swasta dan BUMN, apa hasilnya? Saya tahu kepolisian menyidik seorang direktur utama BUMN, apa hasilnya? Nah, sekarang, mari kita lihat apa yang telah dilakukan KPK, sesuatu yang konkret. Tetapi saya tak mau berdebat karena ini masalah pengharapan dan parameternya sulit. Namun, kembali lagi saya ingatkan, prinsip kami adalah we do the best, bukan to be the best.
Maksudnya, Anda ingin mengatakan kinerja KPK lebih baik dibanding kejaksaan dan kepolisian dalam pemberantasan korupsi…?
Silakan masyarakat sendiri yang menilai, apakah ada peningkatan kinerja dan kelebihan yang dilakukan KPK dibandingkan kepolisian dan kejaksaan. Saya hanya sampaikan fakta. Tapi, masyarakat harus menggunakan parameter yang objektif dalam menilai. Artinya, lakukan penilaian berdasarkan kewenangan-kewenangan formal yang kami miliki. Misalnya, ada masyarakat yang mengatakan kenapa KPK tidak menyentuh pejabat-pejabat militer. Jangan lupa, pejabat militer aktif itu tunduk kepada hukum pidana militer dan KPK tidak diberi kewenangan untuk menyidiknya. Lalu ada juga yang mengatakan, kenapa KPK tidak menyentuh kasus Soeharto. Jangan lupa pula, kasus Soeharto itu tunduk pada UU Nomor 3/1971, sedangkan KPK hanya diberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan atas kasus yang tunduk pada UU 31/1999. Nah, pertanyaannya, apakah mereka yang melakukan kritik itu paham tentang kewenangan-kewenangan yang saya katakan. Kalau belum paham, jangan mengritik dulu, jangan menyesatkan masyarakat.
Bagaimana menanggapi kritikan bahwa negara dibuat tekor KPK?
Pertama, dari sisi aspek hukum. Terdapat perbedaan antara penuntut umum KPK dengan hakim dalam pengadilan tindak pidana korupsi. Ketika KPK menuntut pengembalian kerugian keuangan negara berupa perampasan harta kekayaan untuk mengganti keuangan negara karena tindakan korupsi, hakim tidak sependapat. Kedua, KPK ini dibangun dari nol. Hampir 70-80% uang yang diberikan negara itu digunakan untuk membangun infrastruktur, seperti merenovasi gedung baru, membeli peralatan dan komputer, pelatihan personel, menggaji pegawai dan lain-lain.
Nah, berapa persen saja yang digunakan untuk kepentingan operasional, seperti untuk melakukan penangkapan dan penyidikan. Padahal, uang itu dihasilkan dari penindakan dan pencegahan, termasuk gratifikasi. Jadi, kalau hitungannya uang, saya pikir kurang fair. Dalam sebuah usaha, yang namanya modal investasi itu tidak kembali dalam waktu tiga tahun. Kalau modal kerja boleh kembali, misalnya membuka pom bensin itu diperlukan biaya Rp 5 miliar, tapi yang namanya modal kerja itu cukup Rp 800 juta. Nah, kalau kita menjual bensin dan tidak kembali Rp 900 juta, maka kita tidak untung. Tapi hitungannya bukan dari Rp 4 miliar yang peruntukannya bagi pembelian tanah dan bangunan. Jadi, tolong bedakan antara biaya investasi dan modal kerja.
Mereka yang pintar-pintar itu pun harus tahu itu, jangan lagi mengatakan apa itu KPK yang keluar Rp 200 miliar ternyata yang kembali hanya Rp 25 miliar. Ngitungnyaseperti apa? Kalau dia ngitung dengan gaya bisnis, harus dibedakan modal investasi itu kembali dalam jangka panjang, sementara kalau modal kerja kembalinya jangka pendek. Hal itu juga perlu dipikirkan, jangan masyarakat disesatkan.
Bagaimana pula tanggapan Anda terhadap tudingan bahwa KPK melakukan tebang pilih dalam pemberantasan korupsi?
Ada pendapat politik atau politicking yang mendistorsi. Pertama, tidak benar juga pejabat-pejabat masa lalu yang kita ambil, yang masih menjabat pun kita ambil, seperti dirjen, kepala lembaga negara, dan beberapa kepala daerah. Kedua, korupsi itu terkait dengan jabatan dan kekuasaan sehingga segala sesuatu yang terkait dengan korupsi yang terjadi akan ditutup-tutupi oleh banyak pihak. Tidak ada seorang pun yang berani memberikan informasi tentang korupsi yang terjadi.
Karena apa? Kliknya sedang berkuasa atau dirinya sedang berkuasa sehingga tidak ada orang yang berani melaporkan korupsi yang dilakukan atasannya. Karena atasannya sedang punya kekuasaan, kalau dilaporkan, nanti malah dia masuk penjara karena dituduh melakukan perbuatan tidak menyenangkan. Hal itu sudah banyak buktinya. Tetapi, ketika si pejabat ini sudah lengser, di mana kekuatan politiknya sudah tidak ada lagi, back up dan teman-temannya sudah tidak ada, ketika itulah bukti kegiatan korupsinya dimunculkan. Apakah saya harus membiarkan bukti-bukti korupsi yang dilakukan pejabat-pejabat masa lalu? Lalu muncul lagi lagi pertanyaan, mengapa tidak pejabat di masa Orde Baru? Jawabannya kembali lagi kepada persoalan kewenangan berdasar UU. Artinya, KPK itu terbentur pada tempus delikti, yaitu waktu terjadinya kejadian itu. Sementara sekarang ini banyak orang tertuju pada kejadian sebelum KPK dibentuk. Padahal, kita tidak boleh mengambil alih dan akhirnya kita harus serahkan pada jaksa atau polisi supaya ditangani.
Kalau begitu kewenangan KPK itu tidak seperti yang dibayangkan orang selama ini, yaitu sebagai lembaga yang superbodi?
Iya, misalnya KPK juga tidak boleh menangani korupsi yang dilakukan oleh orang swasta murni. KPK hanya boleh melakukan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan penegak hukum dan penyelenggara negara. Banyak orang tidak tahu tentang ini, hingga bicara kinerja KPK payah. Padahal, UU sendiri tidak memberi kewenangan kepada KPK untuk menyidik tindak pidana korupsi yang dilakukan pengusaha swasta. Tapi apakah pengusaha tidak ditindak? Siapa bilang. Pengusaha itu banyak yang melakukan korupsi bersama penyelenggara negara. Nah, penyelenggara negaranya menjadi pembuka pintu bagi KPK.
Kalau tidak ada penyelenggara negara kami tidak bisa. Banyak orang yang tidak mengetahui itu dan mengatakan KPK tebang pilih. Beraninya dengan mantan saja, sementara pengusaha-pengusaha yang korupsi tidak bisa disentuh.
Bagaimana pendapat anda jika UU KPK tersebut direvisi?
Itu terkait dengan kemauan politik dari pemerintah dan DPR. Tapi, soal tebang pilih ini juga terkait dengan teknis yuridis. Kami jujur saja memerlukan quick heal. Kami punya kasus besar misalnya penjualan PHBC. Kalau kita selama dua tahun ini konsentrasi dengan kasus tersebut, maka kasusnya tidak akan selesai, karena sampai sekarang pun tidak terpecahkan. Kalau selama ini kami melakukan pengusutan kasus kecil, itu kami lakukan untuk menghambat munculnya kasus besar yang secara teknis yuridis itu tidak mudah. Karena itu, sekarang kita cari teknis dan yuridis kasus-kasus yang mudah. Makanya ada istilah pakar korupsi yang mengatakan ambil sasaran terdekat dan termudah kalau anda berpikir untuk menghantam pekerjaan yang besar. Sebab kalau tidak, maka sampai habis masa jabatan selesai, anda akan dikatakan tidak berhasil atau dinyatakan gagal.
Oleh karena itu, kita tuntut kasus-kasus yang paling memungkinkan untuk disidik dan mempunyai kekuatan pembuktian, daripada kita ngotot menghantam kasus besar. Ini bodoh-bodohan saja, kalau masuk ke restoran muslim, anda akan milih-milih kan. Dalam memilih itu bukan persoalan selera, tapi mampukah gigi kita mengunyahnya. Kalau gigi kita tidak mampu mengunyah, gigi patah dan makanan tak termakan. Nah,kita harus tahu bahwa masyarakat menunggu hasil kita, masyarakat awam juga menunggu hasil, bukan hanya politisi-politisi itu saja yang menunggu hasil apa yang sudah dilakukan KPK. Karena itu, prinsip saya adalah lakukan apa yang dapat dilakukan, bukan be the best.
Tapi bukan berarti yang tidak bisa dimakan itu lantas dibiarkan saja kan?
Oh bukan, waktu akan membuktikannya. Yang tidak bisa dikunyah itu mungkin perlu dihancurkan dulu cangkangnya. Saya tahu kerang itu enak, namun kita harus pecahkan dahulu cangkangnya. Dan memecahkan cangkang itu membutuhkan waktu dan tenaga. Memang sulit untuk mengukur waktu seperti itu. Sebab ini bukan persoalan matematis. Sulit kita mengukur berapa lama penyelidikan dilakukan. Kalau sudah disidik saya tentukan waktunya, 60 hari harus masuk ke penuntutan, 14 hari harus sampai ke pangadilan. Tapi kalau masih dalam penyelidikan, FBI pun tidak pernah menentukan target waktu penyelidikan. Tolong ditanyakan kejaksaan, sudah ada yang sampai tiga tahun bahkan masih dalam penyelidikan.
Anda sependapat bahwa kasus-kasus yang ditangani KPK sepanjang 2006 lalu adalah kasus-kasus mudah?
Mungkin orang lain mengatakan mudah karena mereka melihat proses ke pengadilan mudah. Tapi kalau mudah, kenapa teman-teman saya yang lain tidak melakukannnya? Kenapa tidak dilakukan teman-teman saya yang ada di gedung bundar (kejaksaan) misalnya. Mudah dan sulit itu relatif, tergantung penilaian.
Sebenarnya apa kelebihan KPK dibanding institusi penegak hukum lainnya?
KPK bukan lembaga superbodi. Sebab, tidak boleh ada institusi mana pun berada di atas hukum. Tapi keuntungan KPK itu dua. Pertama, kami tidak perlu izin untuk menangkal dan menyidik. Kedua, kami boleh mengambil alih kasus-kasus. Kejaksaan tidak boleh mengambil alih tugas kepolisian dan sebaliknya, tapi KPK bisa mengambil alih. Lainnya tidak ada.
Anda optimis kinerja KPK pada 2007 akan meningkat?
Saya optimis di tahun 2007 akan meningkat. Pertama, di tahun ini kami akan menambah jumlah personil yang sudah matang baik dari JPU (Jaksa Penuntut Umum), penyidik polri, maupun penyelidik-penyelidik lain yang sudah kita matangkan secara proses. Sehingga, tahun ini penyelidik kita akan bertambah 30-40%. Kedua, pada tahun ini gedung kami akan pindah, mungkin sekitar Februari akhir. Dengan begitu, seluruh kerja-kerja KPK akan mudah terkontrol dalam satu gedung sehingga koordinasi dan kendali menjadi semakin mudah. Infrastruktur yang menyangkut masalah internal sudah kita selesaikan dan kita sudah sepakat untuk match. Yang non fisik adalah iklim yang sudah berubah. Saya tersentak dengan ucapan Presiden di akhir tahun kemarin yang mengatakan akan melakukan tindakan konkrit.
Begitu pula dengan saya. Saya harapkan pemberantasan korupsi tidak lagi di ujung pena dan di ujung lidah. Artinya, pemberantasan korupsi harus dengan langkah konkrit, di level penindakan dilakukan intensif dan di level pencegahan lebih sistematis. Tahun 2007 saya tetap menyimpan optimisme, tapi itu hanya bisa dilakukan dengan bekerja keras secara bersama dan mari berhenti saling mengejek dan menghina. Selama masih sibuk bertengkar dan menyalahkan, maka energi kita habis untuk itu, biarkan masing-masing institusi menjalankan fungsinya.
Selama ini banyak terpidana korupsi menyerang balik KPK. Bagaimana anda menyikapi itu?
Kalau serangan secara sistematis itu tidak sedahsyat mafia di India, dimana jaksa agung-nya ditembak mati, belum separah itulah. Namun, kalau ada upayaupaya yang dilakukan oleh orang-orang yang terjerat korupsi baik secara legal misalnya dengan mengajukan PK (peninjauan kembali) dan banding, saya pikir itu merupakan bagian dari tantangan KPK. Tapi juga ada yang melakukan dengan cara ilegal. Misalnya, mengerahkan orang untuk demo di KPK.Saya punya bukti tentang itu.Tapi kalau mengajukan perlawanan dengan menunjuk pengacara melakukan judicial review, pra peradilan, banding, kasasi, itu bagi saya adalah salah satu bentuk perlawanan dan kita akan hadapi.
Tapi mari kita gunakan cara legal formal jangan menggunakan orang untuk melakukan demo. Saya sendiri sebagai pejabat di KPK tak pernah diteror baik secara fisik maupun mental, atau mungkin saya terlalu kebal untuk teror, kalau beban berat, tekanan itu mungkin ada.
Anda mengatakan pemberantasan korupi yang dilakukan KPK telah menimbulkan efek jera. Bisa dijelaskan?
Memang ada semacam shock therapy. Terutama sekali dirasakan di pemda-pemda (pemerintah daerah). Pertama, adalah ketakutan untuk tidak berbuat korupsi. Kedua,mereka akan lebih berhati-hati sehingga tidak sembarangan dalam mengelola keuangan negara. Hanya saja masih banyak sekali celah yang masih digunakan orang untuk lolos dari jeratan korupsi. Misalnya, ada orang yang datang ke saya mereka menginginkan agar KPK tidak mengambil alih,karena mereka menganggap kalau yang menindak KPK maka peluang koruptor lolos itu kecil. Lalu kemudian saya tanya, jika yang melakukan bukan KPK berarti masih ada peluang kan? Karena itu, peluang-peluang tersebut harus kita tutup semua. Baru orang akan berpikir bahwa tidak ada peluang lagi melakukan korupsi. Di manapun dan ditangani siapapun,maka koruptor akan kena. Nah, baru di situ ada efek tangkal yang luar biasa untuk masalah korupsi.
Tapi bukankah hukuman pada koruptor yang terlalu ringan ikut menciptakan belum adanya efek jera… ?
Saya akui itu benar. Pak, kenapa maling kena tiga tahun dan koruptor cuma tiga tahun. KPK itu bukan lembaga superbodi, yang menentukan hukuman itu kan beliau-beliau yang ada di pengadilan. Kita menuntut delapan tahun tapi hukumannya tiga tahun, mau bilang apa. Kita tak bisa memaksa. Jika ada yang mengatakan pengadilan Tipikor dikendalikan KPK, maka itu pun tidak benar karena nyatanya ketika KPK menuntut delapan tahun pengadilan memutuskan tiga tahun. Kita minta hartanya dirampas, ternyata yang dirampas separuhnya saja. Kita mau bilang apa, sebab kalau menyangkut hukuman itu tergantung para hakimnya mau memberikan hukuman seperti apa. Tahun kemarin ada hukuman koruptor yang berada di bawah hukuman minimal di Pengadilan Negeri Serang (Banten). Di situ koruptor divonis 10 bulan.Jadi,jangankan untuk menjatuhkan hukuman maksimal, hukuman minimal saja dilanggar. Dan, kalau hukuman bukan bidang saya.
Artinya anda banyak menyesalkan putusan hakim?
Nggak juga, saya tidak boleh menyesalkan semua orang. Mungkin hakimnya lebih mengedepankan faktor kemanusiaannya. Sudah saatnya kita menyetop pertengkaran dan dan sekarang kita lakukan sesuatu sesuai dengan bidang kita masingmasing.
Kabarnya ada rencana KPK akan membentuk semacam cabang di daerah?
Tahun 2007 dengan personil cukup kami akan menempatkan wakil-wakil di daerah dan melakukan operasi. Namun namanya bukan KPK daerah. Tapi itu baru dilakukan jika Pengadilan Tipikor sudah ada. Kalau tidak, ya perkaranya kita bawa ke Jakarta.
Kasus apa saja yang akan dijadikan target penyelidikan dan penyidikan pada tahun ini?
Wah kalau itu rahasia. Nanti kalau disebutkan,koruptornya pada kabur.
Selama ini hambatan apa saja yang ditemui KPK?
Kalau hambatan tentang penanganan kasus, itu hal yang biasa. Tapi hambatan yang paling saya rasakan sekarang ini adalah hambatan usia. Saya sudah tua dan daya tahan tidak setangguh dulu lagi… hahaha. (*)
Dikutip dari Harian Seputar Indonesia, 8 Januari 2007
Sabtu, 13 Desember 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar