Rabu, 17 Desember 2008

Oey dan Rusli Diancam Hukuman Seumur Hidup

Kasus Aliran Dana BI


TEMPO Interaktif, Jakarta:

Mantan Deputi Direktur Hukum BI Oey Hoey Tiong dan Kepala Biro Gubernur BI cabang Surabaya Rusli Simanjuntak mulai diadili.

Menurut jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, mereka didakwa menggambil dan menggunakan dana Bank Indonesia yang berada di Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI). Pengambilan dana itu dinilai melanggar ketentuan anggaran Bank Indonesia.

”Perbuatan mereka telah merugikan keuangan Bank Indonesia yang berada di YPPI sebesar Rp 100 miliar,” kata Khaidir Ramli, jaksa KPK, saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (3/7).

Dana itu diduga untuk memperkaya diri sendiri, mantan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia, dan anggota Komisi Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat.
Menurut jaksa, dalam dakwaannya, mereka dijerat pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah melalui UU Nomor 20 Tahun 2001.
Dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Menurut Khaidir, terdakwa Oey berencana memberikan dana bantuan hukum kepada lima mantan pejabat bank Indonesia yang diperiksa dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia(BLBI) sekitar Maret 2003.
Karena anggaran tidak mencukupi, menurut jaksa dalam dakwaan, Oey mengatur agar dana bantuan hukum itu diambil dari dana Bank Indonesia yang ada di yayasan.
Sementara itu, Rusli atas persetujuan Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin dan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia Aulia Tantowi Pohan mengadakan pertemuan dengan Amru Al Mu'tashin dan Antony Zeidra Abidin pada Mei 2003.
Dalam pertemuan itu disepakati untuk membentuk panitia bersama antara Komisi Perbankan DPR dan BI. ”Disepakati penyediaan dana Rp 15 miliar untuk menyelesaikan masalah BLBI dan Rp 25 miliar untuk pembahasan amandemen Undang-Undang Bank Indonesia,” ujar Khaidir.

Rapat Dewan Gubernur BI pada 3 Juni 2003 menyetujui penggunaan dana YPPI sebesar Rp 100 miliar.
Oey dan Rusli meminta persetujuan Dewan Pengawas YPPI Aulia T. Pohan dan Maman H. Somantri untuk mencairkan dana sebesar Rp 15 miliar pada 27 Juni 2003. Lalu, Asnar Ashari, salah seorang pegawai Bank Indonesia, mencairkan cek senilai Rp 2 miliar. Rusli dan Asnar menyerahkan uang itu kepada Hamka dan Anthony Zeidra di Hotel Hilton Jakarta.
Rusli juga menyerahkan duit Rp 5,5 miliar di rumah Anthony Zeidra Abidin.Sedangkan Oey menyerahkan duit Rp 13,5 miliar kepada bekas Deputi Bank Indonesia Iwan R. Prawiranata dan Rp 20 miliar kepada bekas Gubernur BI Soedradjad Djiwandono.
Uang yang diberikan untuk bantuan hukum untuk mantan pejabat BI hingga 29 Agustus 2003 sejumlah Rp 68,5 miliar.Atas persetujuan Aulia Pohan dan Maman Soemantri, menurut jaksa, pada 15 Juni 2003 Rusli mengambil dana YPPI senilai Rp 7,5 miliar. "Itu sisa uang penyelesaian kasus BLBI secara politis," ujar Khaidir.

Duit itu diserahkan Rusli dan Asnar di rumah Anthony Zeidra pada Agustus 2003. Terakhir, Rusli menyerahkan Rp 16,5 miliar.Setelah pembacaan dakwaan, Oey dan Rusli menyatakan mengerti atas dakwaan tersebut.
Mereka tidak mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan jaksa. Namun eksepsi diajukan oleh kuasa hukum masing-masing terdakwa.Otto Cornelis Kaligis, kuasa hukum Rusli, menyatakan dakwaan kabur, keliru orang, dan tidak ada unsur melawan hukum dalam pengucuran dana Bank Indonesia tersebut.
”Rusli hanya melaksanakan kebijakan yang diputus bersama-sama dalam rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia,” ujarnya.
O.C Kaligis berpendapat Rusli tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas penggunaan dana tersebut.

Tidak ada komentar: