Indikasi Money Politics Kasus Bank Mandiri
30/08/2008 02:42
Sumber : www.tabloidparle.com
Buntut dari aksi demo Serikat Pegawai Bank Mandiri (SPBM) pada 4 Agustus 2007 lalu, berbuah PHK kepada Ketua Umum SPBM, Mirisnu Viddiana. Keputusan tersebut diputuskan oleh Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta. Namun keputusan itu dinilai cacat hukum karena hakim mengabaikan fakta-fakta hukum, untuk itulah Viddi didampingi Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) menggugat keputusan hakim dengan mengajukan kasasi ke Komisi Yudisial (KY).
Kemelut ditubuh Bank Mandiri antara SPBM pimpinan Mirisnu Viddiana dan manajemen Bank Mandiri masih terus bergulir hingga kini. Hampir satu tahun sudah polemik tersebut berjalan, sejak Viddi, panggilan Mirisnu Viddiana. Pada 4 Agustus 2006 lalu, memimpin 1600 karyawan Bank Mandiri dari seluruh Indonesia melakukan unjuk rasa menuntut perbaikan kesejahteraan karyawan, dan menggugat arogansi manajemen serta menuntut pergantian Direksi Bank Mandiri. Hampir setahun sudah Viddi menjalani masa skorsing lewat beberapa tahapan. Akhirnya Majelis Hakim PHI yang diketuai Heru Pramono, beranggotakan Dudi Hidayat dan Juanda Pangaribuan, pada 22 Juli 2008 lalu memutuskan hubungan kerja (PHK) Mirisnu Viddiana. Dalam keputusan tersebut Viddi, sebagai Ketua SPBM dinilai bertanggung jawab atas aksi unjuk rasa SPBM pada hari Sabtu, 4 Agustus 2007. Pihak manajemen berdalih, aksi demonstrasi itu telah menjatuhkan citra dan nama baik perusahaan. Sanksi atas perbuatan itu berdasarkan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan Peraturan Disiplin Pegawai (PDP) adalah PHK.
Karena itulah majelis hakim mengamini dalil manajemen Bank Mandiri. Namun keputusan hakim tersebut disinyalir terdapat konspirasi antar manajemen Bank Mandiri dengan Hakim PHI. Untuk itu pada minggu lalu SPBM, OPSI dan PBHI menggelar konfrensi Pers di Jakarta Media Center (JMC) Gedung Dewan Pers, Kebon sirih Jakarta. Pada pertemuan itu mereka menilai majelis hakim telah melegalkan PHK akal-akalan manajemen Bank Mandiri, dan mengabaikan fakta-fakta hukum yang ada.
Menurut Totok Yulianto,SH dari PBHI, bila dilihat kepada Putusan PHI No.Perkara: 42/PHI.G/2008/PN.JKT.PST dalam Perkara Perselisihan Hubungan Industrial antara PT Bank Mandiri Persero (Tbk) dengan Mirisnu Viddiana, selaku tergugat yang diputuskan pada tanggal 22 Juli 2008, majelis hakim telah sangat mengabaikan fakta-fakta hukum yang disampaikan oleh tergugat, serta mengenyampingkan keterangan saksi ahli yang dengan tegas menyatakan tidak dibenarkannya dilakukan PHK oleh pihak PT Bank Mandiri.
Pada kesempatan Yulianto menjelaskan adanya kesalahan nama tergugat Mirisnu Viddiana dalam gugatan penggugat yakni Bank Mandiri yang dalam hukum beracara disebut sebagai error in persona . “Ini adalah sebuah kesalahan prinsip dan mendasar, namun oleh majelas hakim dikesampingkan dan hanya dinyatakan sebagai kesalahan ketik belaka,” jelas Yulianto. Kesalahan lain lainnya menurutnya ada dalam surat kuasa yang disebutkan dalam surat gugatan. Nyata-nyata surat kuasa yang disebutkan tersebut bukan untuk perkara aquo. Karena tanggal dan nomor antara surat kuasa penggugat dengan gugatan yang diterbitkan oleh penggugat sangat berbeda. “Namun lagi-lagi majelis hakim mengesampaikan fakta tersebut dengan alasan salah ketik sehingga eksepsi tergugat ditolak.” Selorohnya.
Dalam kesempatan tersebut Saepul Tavip dari OPSI mencurigai dan kuat menduga danya money politics antara majelas hakim dengan manajeman Bank Mandiri. “Untuk itu demi tegaknya wibawa lembaga peradialan, mereka mendesak kepada Komisi Yudisial untuk memeriksa, dan menindak dengan tegas para hakim yang mengadili perkara tersebut yang telah bertindak tidak obyektif, professional dan proporsional, serta mencederai hukum itu sendiri dengan melegalkan serta melakukan penyeludupan hukum secara sistemik.” Jelas Tavip.
Untuk itulah OPSI,SPBM dan PBHI menyatakan sikap dengan menyerukan kepada seluruh elemen gerakan serikat pekerja/buruh dan kalangan LSM untuk terus mengawasi prilaku hakim di pengadilan Hubungan Industrial di seluruh Indonesia, demi mencegah praktek kotor money politics yang masih sering terjadi di tengah wibawa hukum yang terus merosot dengan terbongkarnya berbagai skandal mafia peradialan.
Mereka juga mendesak kepada Polda Metro Jaya untuk segera sungguh-sungguh menindaklanjuti laporan pengaduan dari Mirisnu Viddiana tentang terindikasi kuatnya adanya tindak pidana kejahatan, yaitu pelanggaran terhadap UU No.21 tahun 2000 tentang Serikat Pekarja/Serikat Buruh, pasal 28 jo pasal 43 yang dilakukan oleh para pejabat Bank Mandiri.
Selain itu juga mendesak kepada Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi RI dan komisi IX DPR-RI untuk lebih memberikan perhatian dan perlindungan yang nyata terhadap para pekerja yang berserikat, yang tengah menjalankan fungsi dan kegiatan organisasi dari segala bentuk tekanan dan intimidasi yang dilakukan oleh kalangan pengusaha. “Karena hal tersebut nyata-nyata sebagai bentuk pelanggaran terhadap Konvensi ILO No.87 tentang freedom of association yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia,” jelas Tavif.
Atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta yang dinilai sangat janggal dan jauh dari rasa keadilan tersebut. Mirisnu Viddiana menyatakan menolak dan mengajukan upaya hukum kasasi ke Komisi Yudisial. Menurutnya manajeman Bank Mandiri lewat PHI mem-PHK dirinya dengan tawaran konpensasi lebih dari 1 Miliar, namun Viddi menolak uang tersebut, “Buat saya bukan soal uang, uang segitu bisa saja habis dalam waktu tertentu, tetapi saya lebih ingin mencari keadilan, yang tetap saya perjuangkan sampai saat ini,” tutur Viddi tegas.
Sementara itu Ketua Majelis Hakim Heru Pramono, ditempat terpisah mengaku tidak mau ambil pusing atas langkah Viddi. “Silakan saja kalau mereka melaporkan kami ke KY. Tapi menurut kami, seandainya mereka tidak puas dengan putusan kami, seharusnya mereka menempuh upaya hukum kasasi yang sudah diatur dalam undang-undang.” Selorohnya.
Heru menegaskan, majelis hakim sudah sesuai menerapkan hukum dalam perkara itu. dia membantah dirinya cenderung permisif atas kesalahan pengetikan nama Viddi dalam gugatan. “Kuasa hukum tergugat sudah menyampaikan keberatannya dalam eksepsi. Kami juga sudah mempertimbangkannya,” tuturnya.
Sementara itu Heru menyayangkan sikap kuasa hukum Viddi yang melaporkan ke kaus tersebut KY. “Kalau setiap pihak yang kalah mengadu ke KY, akan berapa banyak KY menangani aduan itu? Karena mau tidak mau, PHI akan memutuskan siapa yang menang, siapa yang kalah. Kecuali kalau ada perdamaian ya,” selorohnya. (M.TAUFIK RAKHMANTO)
Sabtu, 29 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar