Sabtu, 29 November 2008

Antasari Azhar Menyoal Ketakutan Korupsi di Perbankan
Tanggal:
04 Nov 2008
Sumber:
infobanknews.com
InfoBankNews.com - Jakarta, SAAT InfoBank menginjakkan kaki di halaman Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Jalan H.R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, kami melihat banyak polisi berjaga-jaga di kantor KPK tersebut. Seketika beragam pertanyaan pun muncul di benak kami. Jangan-jangan, kantor KPK didemo massa, sehingga harus dijaga polisi. Tapi, kalaupun KPK didemo, demo yang dilancarkan para pendemo kepada KPK kebanyakan berupa dukungan agar institusi tersebut tak berhenti mengusut kasus korupsi.Di bawah kepemimpinan Antasari Azhar, KPK memang makin ditakuti para pejabat di negeri ini. Para pejabat di lembaga-lembaga negara, seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Bank Indonesia (BI), bahkan pejabat di daerah, yang disinyalir terlibat korupsi, kini, dengan mudahnya ditangkap KPK. Padahal, dulu, mereka itu sangat sulit dijaring KPK. Moga hal ini akan memberikan shock teraphy bagi pejabat yang lain untuk tidak melakukan korupsi.Terkait maraknya pemberitaan bahwa ada kasus korupsi di tubuh BI, Antasari mengatakan, dibutuhkan waktu dua tahun lebih untuk memastikan bahwa pejabat BI benar-benar melakukan korupsi. Nah, sehubungan dengan itu, kira-kira ke mana arah pemberantasan korupsi di sektor perbankan yang dilakukan KPK? Apa pendapat Ketua KPK mengenai penangkapan Burhanuddin Abdullah yang terkesan “tebang pilih” itu? Apakah KPK juga siap menyelesaikan kasus BLBI? Bagaimana KPK melihat korupsi di perbankan?Berikut hasil wawancara Eko B. Supriyanto, Dwi Setiawati, Kristopo, serta Zaenal Abdurrani (fotografer) dari InfoBank dengan Ketua KPK, Antasari Azhar, di ruang kerjanya, di Jakarta, belum lama ini. Petikannya: Arah pemberantasan korupsi dari KPK di sektor perbankan ini sebenarnya ke mana? Sebab, selama ini, yang ditakuti kalangan perbankan adalah soal kredit macet.Sebetulnya begini. Saya sampaikan juga bahwa saya tidak gelisah dan ketakutan. Karena, setiap ada perubahan dalam kondisi transisi, pasti ada hal yang dikorbankan. Mungkin, sementara ini, dalam kehidupan adalah korban perasaan atau ketakutan. Kenapa takut? Sebagai ilustrasi, misalnya setiap hari seseorang di rumahnya duduk di atas meja, bukan di atas kursi. Ini berlangsung lama. Kemudian, kita datang dan memberi tahu. Mas, secara etika ketimuran, itu tidak baik. Yang baik, duduk di atas kursi. Orang tersebut duduk di atas kursi, tapi duduknya kaku karena tidak terbiasa. Kursi ‘kan lebih rendah daripada meja. Ini sebenarnya kami tafsirkan takut. Memang, ada yang kita korbankan, yaitu perasaan. Tetapi, lama-lama ‘kan biasa. Memang, ketakutan itu akan memunculkan sikap yang baik, yaitu kepatuhan. Kepatuhan yang dibutuhkan Indonesia ke depan, entah 5, 10, atau 15 tahun lagi, yaitu jika kepatuhan telah tumbuh di seluruh lapisan masyarakat, apakah di kalangan perbankan, birokrat, dan lain-lain, maka dengan mudah kita memunculkan regulasi. Regulasi yang kita munculkan paling perbaikan saja. Kalau kesopanan, arahnya ke sana. Tetapi, kita tidak lagi mengatur cara duduk seseorang. Atau, ini hanya sebuah shok therapy?Memang, ada bagian shok therapy, bagian dari efek saat kami menindak kasus dan seterusnya. Jadi, bermacam-macamlah. Memang, bermacam-macam dalam penegakan hukum ini. Karena, dalam beberapa kesempatan yang baik, kami sampaikan bahwa KPK jangan diberi stempel hanya menangkap, menghukum, dan menahan orang. Pandangan KPK terhadap kredit macet di bank BUMN seperti apa? Begini kalau kami melihat kredit macet. Pengalaman saya selama 26 tahun sebagai penegak hukum, yaitu ada dua. Dulu, tahun 1992-1993, saya pernah bikin istilah sendiri saat saya tengah asyik membongkar kredit macet di perbankan. Saat saya masih tugas di Lampung. Akhirnya, saya berpikir dan membuat istilah. Ada kredit macet murni dan kredit macet tidak murni. Itu istilah saya dulu supaya saya mudah mendiagnosisnya.Apa yang dimaksud dengan kredit macet murni? Jadi, kredit macet harus dibedakan dong?Kredit macet murni adalah memang macet karena persoalan ekonomi dan post majeur, tidak dapat mengembalikan kredit dari bank. Misalnya, si A memiliki bisnis angkutan kota (angkot). Lalu, pinjam uang di bank. Agunan, proposal, dan syarat-syarat lengkap. Kemudian, terjadi negosiasi, studi kelayakan, dan lain-lain. Lalu, si A diberikan kredit. Ternyata, persaingan angkot tinggi. Si A tidak dapat mengembalikan kredit secara tepat waktu. Hal ini merupakan macet murni. Sementara itu, di sisi lain, juga pemberian kredit. Tetapi, sejak awal, mulai dari permohonan kredit sampai agunannya sudah dimanipulasi. Kemudian, kredit cair, lalu macet. Ini tidak murni. Ini korupsi. Pada kasus pertama merupakan perdata, sedangkan kasus kedua merupakan pidana. Pada kasus pertama, pihak bank dapat menggugat pengusaha angkot dengan hukum perdata. Bank menilai wajar saja tidak dapat mengembalikan kredit karena usahanya macet.Yang membuat ketakutan kalangan perbankan begini: perbankan memberikan kredit, lalu terjadi krisis ekonomi. Akibat krisis ekonomi tersebut, terjadilah kredit macet?Oh, iya. Tapi, pada awal permintaan kredit semuanya wajar ‘kan. Kalau wajar, tidak ada masalah. Perdata itu. Kejaksaan Agung menganggap bahwa satu rupiah pun kalau macet dan merugikan negara akan kena pasal kerugian negara selama pasal tersebut belum dicabut?Nanti dulu. Korupsi itu ada empat unsur jika kita bicara kerugian negara. Satu, barang siapa. Dua, perkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu badan. Tiga, dengan cara melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan. Empat, berakibat kerugian negara. Ini kumulasi. Bukan parsial. Jangan dilihat unsur terakhir saja.Seperti pengusaha angkot tadi. Pinjam kredit ada agunannya. Di mana melawan hukumnya. Katakan pengusaha angkot tadi menjadi kaya karena mendapat kredit. Ya. Melawan hukum? Di mana melawan hukumnya. Ada agunannya, ada permohonan kreditnya, sudah dilakukan studi, dan lain-lain. Dari sisi perbankan juga memenuhi 5C (character, capacity, capital, collateral, dan conditions). Memang, nasabah tadi tidak bisa mengembalikan kredit karena usahanya tidak jalan, sehingga mungkin menjadi kerugian negara. Tetapi, dari empat unsur tadi, tidak ada satu unsur yang masuk. Tidak dapat dikatakan korupsi. Tapi, mereka tidak dapat mengembalikan kredit?Pengusaha angkot tidak dapat mengembalikan kredit dari bank karena sistem perekonomian. Bukan karena pengusaha angkot tersebut. Sawah, misalnya, kena Super Toy, sehingga tidak bisa mengembalikan kredit. Itu bukan salah nasabahnya. Tetapi, kalau dari awal dimanipulasi, agunan nasabah fiktif, dan tidak melakukan pengecekan agunan, maka masuk dalam korupsi.Di kalangan perbankan, banyak bankir mendapat surat kaleng. Surat kaleng tersebut dikirim ke polisi dan kejaksaan. Ini menjadi masalah. Belum apa-apa sudah dipanggil. Kredit belum cair pun sudah dipanggil. Bagaimana ini?Kami beda penanganan karena kami sedikit kehati-hatian. Kami tidak boleh mementingkan penyidikan. Karena, kami ektrahati-hati, mulai dari penyidikan sampai ke bawah. Itu berapa tahapan kami lakukan. Berarti kalau terkena KPK, pasti terkena kasus korupsi?Pasti. Kalau penyidik ya. Kalau penyidikan, kami yakin sudah lengkap. Kenapa begitu? Karena fifty-fifty saja saya tidak mau. Ada staf kami lapor. Kami tanya mana buktinya. Staf saya katakan masih fifty-fifty. Kami katakan tidak.Sekarang soal BPD yang menyangkut hubungan pemilik, yaitu pemda dan BPD. Setiap pemerintah daerah menyimpan uangnya di BPD. Saat ini jika ada premium rate selalu jadi masalah. Logikanya, kalau pegawai negeri ‘kan tidak boleh. Tapi, kalau uang pemda ditaruh di bank asing atau bank swasta, berarti bank swasta dapat memberi premium rate yang bisa melemahkan BPD untuk bersaing? Bagaimana pendapat Anda?Jadi, sebetulnya, kami yang memulai mengangkat persoalan ini. Karena, kami mulai menemukan indikasi. Tetapi, setelah kami telusuri, kok hampir semua kabupaten seperti itu. Sekarang, masalahnya adalah kita kembali kepada pendekatan hukum. Hukum kembali tujuannya apa sih. Untuk ketertiban dan ketenteraman? Kalau kemudian penegakan hukum tidak tertib, ini ‘kan tidak tercapai penegakan hukum itu. Jadi, kalau saya usut ini apakah tidak berhenti para pejabat kita. Karena, banyak yang bermasalah. Apakah itu yang kita inginkan. Kami lihat masalahnya. Oh, ini tidak ada. Ini hanya penempatan. Masih bisa kita bina. Masih bisa kita cegah di kemudian hari. Tetapi, kita tata. Hai Pak, kembalikan, kembalikan! Lalu?Persoalannya ada dua. Pertama, penempatan APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah) di bank daerah. Ditawari premium rate, lalu pejabat daerah tertarik menempatkan dana di bank daerah. Karena ditempatkan di bank daerah dan sudah biasa terjadi di kalangan perbankan, Anda lebih tahu, bahkan terjadi “terima kasih” atau apa itu. Sudah biasalah diperbankan. Sampai di situ sih no problem.Tetapi, persoalannya adalah persoalan hukum yang akan timbul adalah siapa yang menerima premium rate. Kalau yang menerima premium rate adalah pejabat publiknya, dia akan bertemu dengan KPK. Tetapi, kalau yang menerima adalah pejabat daerah kemudian pejabat tersebut tidak memasukkannya ke rekening pribadinya melainkan memasukkannya ke kas daerah untuk menambah kekayaan daerah, reward akan kami berikan kepada pejabat tersebut. Sejauh ini bagaimana pemahaman bankir di BPD?‘Kan sudah saya kumpulkan seluruhnya. Sudah saya beri pemahaman. Hal-hal ini sudah saya berikan semacam rambu-rambu. Jadi, harus dibenahilah. Karena, kita tahu, perbankan adalah lembaga peredaran publik. Kegiatan ekonomi akan terlihat dari peran perbankan. Benahi! Kalau sudah terima, kembalikan. Pindahkan dari rekening pejabat daerah ke rekening kas daerah. Tinggal begitu saja. Selesai. Bagaimana dengan kasus Agus Condro yang kemudian ditemukan 400 cek perjalanan. Apakah masih fifty-fifty?Itu bukan fifty-fifty lagi. Masih di bawah fifty-fifty karena baru Agus Condro yang bicara. Memang, kami sudah dapat dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Tapi, dapatnya ‘kan baru fakta bahwa memang ada travel cheque dicairkan. Orang mencairkan cheque ‘kan bukan pidana. Jadi, dianggap pidana apabila transaksi itu melakukan kejahatan. Apa yang dimaksud kejahatan masuk dalam unsur yang saya sebutkan di atas tadi. Kalau yang di atas tadi ‘kan kerugian negara. (Kasus) Agus Condro ‘kan tidak ada kerugian negara. Tetapi, harus masuk unsur pegawai negeri atau pejabat negara menerima hadiah atau janji untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Mari kita ukur. Dapat hadiah? Ya, dapat hadiah. Terus, untuk berbuat dan tidak berbuat sesuatu? Itu saja belum tahu. Kalau mencairkan saja, normal. Namun, kabar yang complitable adalah Miranda Goeltom. Bagaimana hubungan antara Miranda dengan Agus Condro? Harus kami cari itu. Jadi, jangan sampai salah tangkap. Menurut Antasari Azhar kepada wartawan (empat hari setelah wawancara dengan InfoBank), KPK telah memastikan meningkatkan status kasus penemuan 400 cek perjalanan ke tahap berikutnya. ”Kami sudah meningkatkan menjadi penyelidikan sejak empat hari lalu,” kata Antasari Azhar. Dengan meningkatkan status pengusutan tersebut, Antasari berjanji akan segera mungkin menyelidiki segala hal mengenai pemberi, penerima, dan motif pemberian cek tersebut. ”Dengan penyelidikan, kami akan tahu apakah ada indikasi tindak pidana korupsi atau tidak. Jika ada, maka kami akan melanjutkan penyidikan,” kata Antasari Azhar.Pengusutan KPK ini boleh jadi akan menelusuri 41 anggota DPR anggota Komisi IX DPR RI periode 1999-2004. Mereka inilah yang diduga menerima cek perjalanan saat pemilihan Miranda S. Goeltom sebagai seputi senior BI pada 2004 lalu.Penangkapan Burhanuddin Abdullah oleh KPK merupakan kebijakan kolektif. Ada deputi gubernur BI dan unsur-unsur seperti itu. Jadi, bukan tanggung jawab mutlak Burhanuddin. Apa pendapat Anda? Sama. Kami sependapat dengan itu. Publik banyak bertanya. Tapi, mengapa yang menjadi tersangka hanya Burhanuddin Abdullah?Siapa bilang. Jadi, kalau melihat suatu perkara jangan melihat dengan mata hati Maksud Anda?Memang, saya katakan kemarin di DPR, tidak banyak kalimat saya katakan bahwa tolong dicatat kami masih bekerja. Dan, kami belum berhenti dengan pekerjaan itu. Kami kira itu sudah jelas. Karena, seorang penegak hukum tidak boleh seperti janji kampanye. Tidak boleh berjanji dan tidak boleh menyampaikan target. Itu bahaya. Karena, menyangkut hak asasi orang.Jadi, tinggal menunggu waktu?Ada sebagian orang bilang seperti itu. Tapi, bukan kami. Bagaimana kalau ada anggapan bahwa kebijakan kok jadi kriminal?Sebelum saya mengangkat perkara ini atau tidak lama saya angkat perkara ini, saya pernah berdebat dengan seorang pakar di Indonesia mengenai kebijakan. Dia katakan, Pak Antasari kalau Anda mengusut kebijakan seperti itu, maka orang tidak berani lagi membuat kebijakan di Indonesia. Saya katakan pada dia. Apakah saya salah? Atau, Bapak yang keliru? “Kenapa Pak Antasari?” kata dia. Kami bicara dari kacamata hukum. Kalau kebijakan yang berpihak pada kepentingan umum tidak masalah. Discrazy ada. Di hukum pun ada. Seperti wadahnya yurisprudensi. Hilang sifat melawan hukum jika kepentingan umum terlayani. Itu discrazy. Ada. Boleh ‘kan. Tetapi, kalau kebijakan untuk orang per orang bagaimana?Dalam pemberantasan korupsi di BI, KPK terkesan “tebang pilih”. Hanya beberapa pejabat BI yang ditahan, tidak melibatkan anggota DPR yang diduga ikut menikmati uang. Yang lain masih bebas berkeliaran di luar tahanan? Itulah yang kami katakan bahwa banyak yang kami tahu, banyak yang kami kerjakan. Tetapi, tidak semua yang kami tahu dan tidak semua yang kami kerjakan, kami bisa di-clear. Pertama, terkait dengan standar profesi dan etika profesi. Kedua, apa yang dilakukan KPK tentunya kami ingin berhasil. Karena itu, kami memiliki strategi. Yang nampak di masyarakat hanya tebang pilih dari keluarga presiden. Saat ini bilang tebang pilih karena memiliki kepentingan. Padahal, kami memiliki strategi untuk berhasil. Nanti, begitu selesai semua kasus BI, yang mengatakan tebang pilih berbalik. Saat ditanya hasilnya tidak tebang pilih, dia berkata, saya ‘kan mengatakan tebang pilihnya dulu. Padahal, itu sudah telanjur dikatakan dia. Jadi, wajar saja penilaian publik seperti itu. Kami bisa meresponsnya dengan baik. Tetapi, kami memiliki arah seperti itu.Anda belum akan berhenti sampai sini?Di depan DPR, kami katakan bahwa kami belum berhenti. Kami masih bekerja. Tolong dicermati. Ketika kami mengatakan bahwa kami berhenti, silakan gugat kami kalau kami melakukan tebang pilih.Ada yang menginginkan KPK mengusut kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI)? Kami juga telah menyampaikan (masalah tersebut) ke DPR bahwa kasus BLBI masih ditangani Kejaksaan Agung. Itu pondasi penjelasan kami. Sekarang, posisinya ada di mana? Posisinya pada saat itu di Kejaksaan Agung. Posisinya surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Kemudian, ada pihak resend mengajukan praperadilan. Kejaksaan kalah. Pada saat itu, kejaksaan harusnya sudah dapat membuka kembali kasusnya. Meluruskan. Tetapi, kejaksaan mengambil sikap banding. Banding berarti posisinya saat ini ada di pengadilan tinggi.Kalau nanti di pengadilan tinggi putusannya, katakanlah bahwa SP3 yang dikeluarkan Kejaksaan Agung itu sah, berarti semua pihak demi kepastian hukum harus menghormati itu. Karena, yang mengeluarkan keputusan adalah lembaga peradilan. Kita, jadilah bangsa yang menghormati sistem yang kita buat sendiri. Tetapi, jika nanti SP3 ini dikatakan oleh pengadilan tinggi kalah, sama dengan keputusan pengadilan negeri, maka kejaksaan demi hukum harus melanjutkan perkara BLBI itu.Posisi KPK di mana?Di mana posisi KPK? Di situ KPK baru masuk sebagai supervisi. Hai kejaksaan, putusannya seperti itu! Teruskan! Kalau nanti kejaksaan berdalih, inilah, itulah, dan segala macam, kita adakan gelar bersama. Setelah gelar bersama masih inilah, itulah, dan segala macam, baru KPK mengambil alih. Jadi, ada prosedurnya. Pengambilalihan oleh KPK ini bukan merampas. Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III (DPR), awal September lalu, Jaksa Agung, Hendarman Supandji, mempersilakan KPK memgambil alih penyelidikan dan penyidikan kasus BLBI, terutama dengan obligor, Sjamsul Nursalim dan Anthony Salim. Hedarman menegaskan, penghentian penyelidikan kasus itu berdasarkan kesimpulan tim yang terdiri dari 35 jaksa, termasuk Urip Tri Gunawan. Dalam (perkara) tersebut, anggota Komisi III, Nadrah Izahari, mengatakan, penghentian penyelidikan kasus itu sangat kental rekayasa. Praktik suap yang menimpa Jaksa Urip diyakini tidak sendirian, tetapi melibatkan sejumlah pihak.Antasari Azhar punya filosofi hidup bahwa dia akan merasa senang jika dapat membahagiakan orang lain. Banyak teman, saudara, bahkan bawahannya datang kepadanya dan menceritakan masalah yang mereka hadapi. Pria berkumis ini pun membantunya memberikan solusi, bukan memberikan uang. Dia mengaku akan merasa senang bila solusi yang dia berikan itu dijalankan dan orang yang punya masalah itu terbebas dari masalahnya.Filosofi hidup seperti itu didapat saat dirinya masih kecil. Saat kanak-kanak, ibunya menerapkan sikap disiplin yang kuat kepada Antasari. Sang ibu pernah berkata, jika ingin mendapatkan uang, harus berkeringat. Karena itu, setiap Sabtu dan Minggu ibunya selalu memberikan es mambo kepada Antasari untuk dijual. Dia pun berjualan es mambo keliling kampung. Uang hasil penjualan es, dia berikan kepada sang ibu. Dari hasil penjualan es itu, ibunya memberikan upah 50 sen kepada Antasari sebagai uang jajan. Lima puluh sen lagi ditabung ibunya di tabungan Antasari. Selain kepada Antasari, ibunya juga menyuruh anak-anak kampung, teman main Antasari, untuk menjual es mambo bikinan ibunya. “Nah, saat anak-anak tersebut menerima upah dari ibu saya, wajah anak-anak tersebut bersinar-sinar. Dari situ timbul filosofi hidup saya bahwa saya akan merasa senang jika dapat membahagiakan orang lain,” katanya.Antasari Azhar dilahirkan di Pangkal Pinang, Bangka, 18 Maret 1953. Ayah dua anak ini semula bercita-cita ingin menjadi diplomat. Alasannya agar bisa bepergian ke luar negeri. “Karena ayah saya pegawai negeri, jadi kapan saya ke luar negeri. Simple saja,” kata mantan Direktur Jaksa Agung Muda (JAM) Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung periode 2006-2007. Pendidikan formal pria berkacamata ini dimulai dari Sekolah Dasar (SD) Negeri I Belitung (1965). Kemudian, dilanjutkan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri IX Jakarta (1968) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) VII Jakarta (1971). Lulus SMA, pria yang suka bermain golf ini meneruskan pendidikan di Fakultas Hukum (FH) Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang, Sumatra Selatan, dan lulus pada 1981. Tak puas dengan pendidikan strata satu (S1), mantan Ketua Senat FH Unsri ini lantas meneruskan pendidikan S2 program magister hukum di STIH IBLAM dan lulus pada 2000.Selain menempuh pendidikan formal, anak keempat dari 15 bersaudara ini juga mengikuti beberapa pendidikan nonformal. Dia pernah mengikuti pendidikan commercial law di New South Wales University Sidney (1991) dan investigation for environment law di EPA, Melbourne (2000). Dia juga pernah mengikuti pendidikan spesialis subversi, spesialis korupsi, spesialis lingkungan hidup, keamanan negara, dan wira intelijen.

Tidak ada komentar: