Orang-Orang di Balik Kegarangan KPK Memerangi Korupsi
Selasa, 01 April 2008 (07:05 wib)
JAKARTA - Setingkat Eselon I, Uang Saku Hanya Rp 75 Ribu Per Hari
Tak mudah menjadi anggota KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Mereka harus tahan terhadap berbagai godaan,
terutama terkait dengan uang.
Bagaimana kehidupan sehari-hari para figur yang berkiprah di lembaga itu?
Menjelang magrib Jumat lalu (28/3), pria berumur 60 tahun lebih itu masih sibuk di kantor, gedung KPK di Kuningan,
Jakarta. Dia adalah Abdullah Hehamahua, penasihat di lembaga pemberantasan korupsi. Di antara para anggota KPK,
Abdullah termasuk yang bersedia diwawancarai terkait aktivitas sehari-hari.
Di kalangan internal KPK, sosok Abdullah dikenal disiplin. Dia memang termasuk orang KPK yang gampang ditelepon
untuk konfirmasi. Tapi, dia hanya bisa ditelepon setelah jam kerjanya di KPK selesai. Yakni, di atas pukul 17.00. "Tidak
boleh ada urusan pribadi di jam kerja," kata Abdullah, tegas, di kantornya.
Dia menambahkan, integritas adalah hal yang mutlak dipunyai para anggota KPK. "Kode etik harus benar-benar
ditegakkan," katanya. Salah satu penerapan kode etik di KPK, tamu di luar urusan pekerjaan tak boleh diterima di kantor.
Aturan itu berlaku untuk semua orang di KPK. Bahkan, Abdullah yang dituakan pun harus menemui tamu di musala
gedung tetangga, yakni kantor Jasa Raharja.
"Yang juga ditegakkan di sini, anggota tak boleh menggunakan telepon kantor untuk urusan pribadi. Ini tak akan pernah
terjadi," kata pria yang sering mengenakan baju koko dan peci itu.
"Latar belakang saya matematika. Jika 3,7 juta PNS (pegawai negeri sipil) menggunakan telepon kantor untuk urusan
pribadi satu menit per hari, negara membayar untuk 3,7 juta menit sehari. Berapa miliar itu?" ujarnya.
Bagi Abdullah, berkiprah di KPK adalah pengabdian. Selain itu, dirinya harus benar-benar tahan dari godaan dan bisa
bertahan hidup hanya dari gaji, tanpa penghasilan tambahan. "Orang di KPK, kalau bukan karena komitmen, nggak akan
mau keluar daerah. Wong saya Eselon I, uang saku hanya Rp 75 ribu sehari," ujarnya terus terang.
Uang sejumlah itu tentu tak cukup untuk makan di hotel atau restoran. "Untungnya, selera saya ini termasuk selera
kampung. Sukanya beli makan pecel lele di kaki lima," ujarnya, lantas tertawa lepas.
Seorang petugas di KPK menceritakan, sehari-hari Abdullah ngantor dengan mengendarai Kijang kotak. "Pak Abdullah
di sini kos. Dia mencuci sendiri baju-bajunya," katanya.
Ketika hal itu dikonfirmasikan, Abdullah tersenyum. "Itulah seninya mengabdi di KPK," katanya.
Ujian yang tak kalah berat selama mengabdi di KPK, kata Abdullah, ketika menghadapi orang-orang yang dikenal.
"Hampir 25 persen orang yang diusut KPK adalah senior saya, junior saya, dan teman saya," ujar mantan Ketua KPKPN
(Komisi Penyelidikan Kekayaan Penyelenggara Negara) Sub-Legislatif itu.
Dia lantas menyebut nama mantan Gubernur Aceh Abdullah Puteh dan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan
Rokhmin Dahuri.
Tak jarang tersangka yang dibidik KPK itu menghubunginya untuk minta bantuan. "Tak ada satu pun yang saya layani.
Mereka menelepon pun tak saya angkat," tandasnya.
Saat Puteh diperkarakan, demonstran berdatangan, termasuk dari Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI).
Di organisasi ini, Abdullah menjadi anggota. Mereka berdemo di Juanda. "Akhirnya saya temui. Saya bilang, pilih Puteh
atau saya? Puteh, mantan ketua HMI Cabang Bandung, atau saya yang mantan ketua PB HMI? Setelah saya ngomong
seperti itu, mereka pulang," ceritanya.
Sepupu Abdullah juga suatu ketika terjerat kasus korupsi yang ditangani KPK. "M. Khusnul Yakin Payopo (mantan
Kasubdit Imigrasi KJRI Penang) itu sepupu saya. Saya awalnya kaget, karena tahu anak ini baik," kisahnya. "Tapi
bagaimanapun tetap harus diproses," ujarnya.
Abdullah tak cawe-cawe ketika sepupunya itu diproses dalam kasus dugaan pungli biaya pengurusan dokumen di KJRI
Penang. "Dia akhirnya divonis pidana 29 bulan," lanjutnya.
Menggalang Persatuan dan Kesatuan Bangsa
http://pab-indonesia.com/web Menggunakan Joomla! Generated: 17 April, 2008, 16:32
"Sampai sekarang saya belum jenguk dia karena kode etik. Waktu selesai satu periode (kepemimpinan
Taufiequrachman Ruki), saya mau jenguk sepupu saya itu. Tapi, karena jadi penasehat lagi di periode ini (Antasari
Azhar) saya belum besuk. Bagaimana pun harus tega," ujarnya.
Bukan hanya Abdullah di KPK yang mengalami konflik batin ketika famili atau teman dekat sedang terjerat kasus
korupsi. Mantan Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas ternyata adalah paman Mulyana W. Kusuma, terpidana
kasus penyuapan auditor BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan kasus korupsi pengadaan kotak suara Pemilu 2004.
Mulyana ketika dikonfirmasi membenarkan hal tersebut. "Itu tak masalah," ujarnya ketika ditanya hubungannya dengan
Erry Riyana saat ini.
Meski aturan di KPK ketat, ada juga penyidiknya yang tak kuat godaan. Dia adalah AKP Suparman, yang tertangkap
tangan dan harus menghadapi tuntutan dari rekan-rekannya sendiri. Suparman tertangkap tangan sedang memeras
saksi kasus korupsi PT Industri Sandang Nusantara. Dia pun diganjar dengan hukuman delapan tahun penjara. "Apa
boleh buat, dia (Suparman) memang salah," komentar Penyidik KPK Kombespol Heru Sumartono.
Belajar dari kasus tersebut, penyidik Polri itu mengakui, menjadi bagian dari KPK memang harus lebih tahan banting
menghadapi para koruptor yang berkantong tebal. "Ada saja godaan seperti itu, cincay-cincay-lah istilahnya. Hampir
setiap kasus, pasti ada (godaan, Red)," ujarnya.
Bukan hanya digoda uang. Teror pun kerap diterima. "Untung saya dari Polri, saya masih bawa senjata yang lama, dari
organik saya. Itulah senjata yang saya pakai setiap hari," ujar pria 51 tahun itu. Bagaimana dengan keselamatan
keluarga?
"Lha, itulah risiko," ujar pria asal Surabaya tersebut pasrah. Bukan hanya ancaman keselamatan, ancaman kehilangan
jabatan pun mengintainya jika salah tangkap dan akhirnya diperkarakan.
Misalnya, saat dia menangkap Irawady Joenoes, anggota Komisi Yudisial (KY) yang tugasnya mengawasi hakim. Saat
itu, Irawady ditangkap karena menerima suap. Heru mengaku sempat ngeper karena hingga menit ketujuh, barang bukti
atas diri Irawady belum ditemukan di rumahnya, Jalan Panglima Polim 138, Jakarta. Untung, operasi itu sukses besar.
"Kalau waktu itu salah (salah tangkap, Red), di-grounded-lah kita," ujarnya.
Keputusannya bergabung di KPK dengan alasan ingin memperbaiki diri juga bukan keputusan mudah. "Saya pernah
belum terima gaji meski bekerja di KPK sudah memasuki bulan keempat," tuturnya. "Hati saya nelangsa, mantab-lah,
makan tabungan maksudnya," ujarnya, lantas tertawa.
Selain gaji, fasilitas yang dimiliki KPK juga tergolong terbatas. Kantor KPK adalah gedung tua, aset pinjaman Setneg.
Laptop, bahkan kursi dan meja, sering menjadi rebutan. "Saat penggeledahan, karena kita menganut standar
internasional, harus pakai sarung tangan. Waktu itu KPK belum punya. Jadi, sebelum penggeledahan, penyidik harus
beli sarung tangan di apotek," ujar pria kelahiran Samarinda itu.
Kisah suka duka selama berada di KPK juga diceritakan Khaidir Ramly, salah satu jaksa di KPK (kewenangan ganda di
KPK membuat lembaga itu punya dua pilar: penyidik dan jaksa). "Selama 1,5 tahun pertama kerja di KPK, saya tak
terima gaji. Jangankan mengirimkan uang bulanan ke istri dan anak, memenuhi kebutuhan sendiri pun sulit," cerita
Khaidir yang asal Padang itu.
"Terpaksa saya minta subsidi sama keluarga. Kebetulan ada keluarga di Jakarta," ujarnya. Ketika ditanya berapa dia
digaji di KPK, Khaidir enggan menjawab. "Yang jelas, tak sebesar perkiraan orang," lanjutnya.
Bukan hanya gaji, petugas keamanan yang mengawal jaksa di KPK juga minim. Jaksa KPK hanya dikawal ketika pergi
dan pulang dari pengadilan. Selanjutnya, keamanan jadi tanggung jawab pribadi jaksa yang juga tak dilengkapi senjata
apa pun. "Kalau mati, mati sendiri deh," tukasnya.
Meski demikian, Khaidir tetap bersyukur karena selama berada di KPK, dia masih sempat menyelesaikan kuliah S2-nya.
Bukan hanya itu, di KPK dia juga reuni dengan rekan seangkatannya di Pendidikan Jaksa di tahun 1989, Antasari Azhar
(ketua KPK). "Kami seangkatan, tapi beda nasib. Saya masih bersyukur, ada beberapa teman seangkatan saya yang
nasibnya lebih di bawah," ujarnya. (JPO/IP/PAB)
Menggalang Persatuan dan Kesatuan Bangsa
http://pab-indonesia.com/web Menggunakan Joomla! Generated: 17 April, 2008, 16:32
Minggu, 30 November 2008
Sabtu, 29 November 2008
Untukmu yang jauh, untuk mu yang angkuh
apa kau pernah sadari sesuatu?
bahwa kadang aku merasa putus asa karenamu
bahwa kadang aku merasa telah tak mampu…mengejarmu
aku telah tak mampu mengejarmu
karena kau terlalu jauh
karena kau terlalu angkuhterlalu jauh dari hatiku
terlalu angkuh untuk cintaku
kau jauhsangat jauh
kau angkuh
sangat angkuh
apa kau pernah sadari sesuatu?
bahwa kadang aku merasa putus asa karenamu
bahwa kadang aku merasa telah tak mampu…mengejarmu
aku telah tak mampu mengejarmu
karena kau terlalu jauh
karena kau terlalu angkuhterlalu jauh dari hatiku
terlalu angkuh untuk cintaku
kau jauhsangat jauh
kau angkuh
sangat angkuh
Malam-Malam Nina
Cerpen Lan Fang
Ini sudah hari ke empat Nina kelihatan murung. Kian hari wajahnya semakin mendung dengan mata nanar dan bisu. Kerjanya setiap hari bangun dengan masai lalu duduk termenung.Sebetulnya itu bukan urusanku. Karena Nina bukan siapa-siapaku. Ia hanya menyewa sebuah kamar di rumahku. Ia tinggal bersamaku baru dua bulan ini. Tetapi entah kenapa aku langsung menyukainya.Rumahku tidak terlalu besar. Juga tidak terlalu bagus. Sederhana saja. Rumahku berada di kampung yang dindingnya rapat dengan tembok rumah sebelah. Ada tiga kamar kosong. Tetapi aku tinggal sendirian. Karenanya aku menyewakan kamar-kamar kosong itu untuk menunjang hidupku di samping aku membuka sebuah warung kelontongan kecil di depan rumah.Penghuni kamar pertama adalah Anita. Ia cantik dan selalu wangi karena ia bekerja sebagai seorang beauty advisor kosmetik terkenal di counter kosmetik sebuah plaza megah. Anita supel, periang dan pandai berdandan.Kamar kedua dipakai oleh Tina. Ia juga cantik. Katanya ia bekerja di sebuah restaurant. Tetapi yang mengantarnya pulang selalu bukan laki-laki yang sama. Kepulan rokok mild juga tidak pernah lepas dari bibirnya yang seksi.Tetapi aku bukan tipe pemilik kost yang rese’. Mereka kuberi kunci pintu supaya bila pulang larut malam tidak perlu mengetuk-ngetuk pintu dan membuatku terganggu. Aku tidak terlalu pusing dengan apa pun yang mereka kerjakan. Toh mereka selalu membayar uang kost tepat waktu. Bukan itu saja, menurutku, mereka cukup baik. Mereka hormat dan sopan kepadaku. Apa pun yang mereka lakoni, tidak bisa membuatku memberikan stempel bahwa mereka bukan perempuan baik-baik.Nina datang dua bulan yang lalu dan menempati kamar ketiga. Kutaksir usianya belum mencapai tiga puluh tahun. Paling-paling hanya terpaut dua tiga tahun di bawahku. Ia tidak secantik Anita dan Tina, tetapi ia manis dan menarik dengan matanya yang selalu beriak dan senyumnya yang tulus. Ia rapi. Bukan saja kamarnya yang selalu tertata, tetapi kata-katanya pun halus dan terjaga. Ia membuatku teringat kepada seorang perempuan yang nyaris sempurna. Perempuan di masa lampau yang…ah…aku luka bila mengingatnya.Oh ya, Nina juga tidak pernah keluar malam. Ia lebih banyak berada di rumah, bahkan ia tidak segan-segan membantuku menjaga warung. Kalaupun ia keluar rumah, ia akan keluar untuk tiga sampai empat hari setelah menerima telepon dari seseorang laki-laki. Laki-laki yang sama.Bukan masalah kemurungannya saja yang aneh bagiku. Tetapi sudah dua minggu terakhir Nina tidak pernah keluar rumah. Bahkan tidak menerima atau menelepon sama sekali. Yang tampak olehku hanyalah kegelisahan yang menyobek pandangannya. Dan puncaknya adalah empat hari terakhir ini."Nina, ada apa? Beberapa hari ini kamu kelihatan murung…," aku tidak bisa mengerem lidahku untuk bertanya, ketika kami hanya berdua saja di rumah. Warung sudah tutup pukul sepuluh malam. Anita dan Tina belum pulang. Tetapi Nina kulihat masih termangu dengan mata kosong.Ia menoleh dengan lesu setelah sepersekian menit diam seakan-akan tidak mendengarkan apa yang aku tanyakan. Kemurungan tampak menggunung di matanya yang selalu beriak. Tetapi ia cuma menggeleng."Apa yang sekiranya bisa Mbak bantu?" aku tidak peduli andai ia menganggapku rese’.Lagi-lagi hanya gelengan. Ia masih duduk seperti arca membatu. Tapi mampu kubaca pikirannya gentayangan. Rohnya tidak berada di tubuhnya. Entah ke mana mengejewantah.Nina memang tidak pernah bercerita tentang dirinya, tentang orang tuanya, asalnya, sekolahnya, perasaannya, atau tentang laki-laki yang kerap meneleponnya. Aku sendiri juga tidak pernah menanyakannya. Mungkin ada hal-hal yang tidak ingin dia bagi kepada orang lain. Maka biarlah ia menyimpannya sendiri. Bukankah aku juga seperti itu?Sepi terasa lindap, seakan menancapkan kuku-kukunya mengoyak angin yang terluka. Hening itu benar-benar ada di antara aku dan Nina. Aku merasa tersayat. Karena sunyi seperti ini sudah kusimpan lima tahun lamanya. Kenapa sekarang mendadak hadir kembali?Lalu aku bangkit dari dudukku, mengambil satu seri kartu sebesar kartu domino. Tetapi yang tergambar bukan bulatan-bulatan merah. Tetapi berbagai macam bentuk berwarna hitam. Aku menyimpannya sudah lama. Sejak mataku selalu berembun, lalu embun itu menitik di ujung hati. Sejak sepi yang tanpa warna mulai mengakrabi aku. Sejak itulah aku mulai berbagi resah dengan kartu-kartu ini. Mereka banyak memberiku tahu tentang apa saja yang aku ingin tahu.Anita dan Tina sering melihatku bermain dengan kartu-kartuku di tengah malam ketika mereka pulang. Sejak melihatku bermain dengan kartu-kartu ini, mereka juga sering ikut bermain. Ada saja yang mereka ceritakan padaku melalui kartu-kartu ini. Jualan yang sepi, para langganan yang pelit memberikan tips sampai kepada pacar-pacar mereka yang datang dan pergi.Aku menyulut sebatang dupa India. Aromanya semerbak langsung memenuhi ruangan. Aku suka. Setidaknya mengusir hampa yang sejak tadi mengambang di udara. Kukocok setumpuk kartu itu di tanganku. Kuletakkan di atas meja di depan Nina."Mari, temani Mbak bermain kartu. Ambillah satu…," ujarku.Mata Nina memandangku. Bibirnya tetap rapat. Tetapi matanya mulai berembun. Dengan sebuah gerakan lamban tanpa semangat ia mengambil sebuah kartu. Lalu membukanya."Ah! Hatimu sedang kacau, sedih, kecewa, tidak menentu. Kau terluka," gumamku ketika melihat kartu yang dibukanya.Seperti aku dulu…, aku melindas gelinjang rasa yang sudah lama kupendam.Aku mulai membuka kartu-kartu berikutnya. "Kau sedang memikirkan seseorang,…ah bukan…kau merindukannya…penantian… jalan panjang…menunggu…kau menunggu seorang laki-laki?""Ya," suaranya gamang terdengar seperti datang dari dunia lain.Kuteruskan membuka kartu-kartu itu. "Menunggu… halangan… perempuan…dia beristri?" kutanya ketika tampak olehku gambaran seorang perempuan di atas kartu itu."Ya," kali ini suaranya seperti cermin retak berderak. Ia luka sampai seperti sekarat.Kurasakan derak-derak itu sampai menembus batinku. Kenapa seperti yang pernah kurasakan lima tahun lalu?"Kamu mencintainya, Nina?""Amat sangat!" kali ini ia menjawab cepat.Kuhela napas panjang. Kubiarkan kartu-kartu berserakan di antara aku dan Nina. Kulihat jantungnya seperti bulan tertusuk ilalang."Tetapi ia mengecewakanku, Mbak. Ia mengkhianati aku." Ia tidak mampu lagi menyembunyikan suara gemeretak hatinya yang bagaikan bunyi tembikar terbakar."Ia mengkhianati kamu? Bukannya ia yang mengkhianati istrinya? Bukankah ia sudah beristri?" aku bertanya, berpura-pura bodoh karena berusaha menyingkirkan masa lalu yang mulai menggigiti sanubariku. Perih itu masih terasa."Ya. Dia beristri. Tapi istrinya jahat sekali. Ia ingin meninggalkannya. Ia mencintaiku. Kami punya rencana masa depan," jawabnya naïf dan lugu.Astaga! Seperti itukah diriku lima tahun silam? Aku benar-benar seperti melihat cermin diriku.Kepulan asap dupa melemparku ke kepulan asap lain yang sama pekatnya lima tahun yang lalu. Aku berada di dalam kepulan-kepulan asap rokok tebal dari mulut para lelaki berduit yang kutemani duduk-duduk, minum, sampai ke kamar tidur. Para lelaki yang mabuk kepayang karena kecantikanku sebagai primadona di sebuah wisma di kompleks hiburan malam. Para lelaki kedinginan yang butuh kehangatan. Para lelaki kesepian yang butuh pelukan. Para lelaki yang tidak tahu lagi ke mana bisa menghamburkan uang mereka yang berlebihan."Istrinya jahat bagaimana? Namanya istri ya wajar saja dia tidak suka kalau suaminya berhubungan dengan perempuan lain," sahutku enteng atau tepatnya aku sudah terbiasa untuk "mengenteng-entengkan" jawaban yang ujung-ujungnya akan membuatku terluka. "Yang salah, ya suaminya. Sudah beristri kok masih bermain api. Tetapi namanya laki-laki ya begitu…," sambungku pelan.Laki-laki memang begitu, desahku. Laki-laki memang suka bermain api. Laki-laki memang suka mendua. Seperti para lelaki yang datang dan pergi di atas ranjangku. Mereka terbakar hangus gairah memberangus, haus sampai dengus-dengus napas terakhir. Lalu mereka pergi setelah sumpalkan segepok uang di belahan dadaku."Tetapi Bayu tidak seperti itu!" sergah Nina cepat. "Bayu mencintaiku, Mbak! Ia tidak akan meninggalkanku."Ya! Prihadi juga tidak seperti laki-laki lain. Ia juga mencintaiku. Prihadi tidak seperti laki-laki lain yang meniduriku dengan kasar. Ia bahkan sangat lemah lembut untuk ukuran "membeli" kehangatan dari seorang perempuan seperti aku. Karena Prihadi, maka aku tidak mau menerima tamu yang lain. Ia menginginkan aku hanya untuknya, maka ia membeli dan menebusku dari induk semangku. Lalu ia membawaku keluar dari wisma itu dan membelikan aku sebuah rumah kecil. Ia pahlawan bagiku. Ia tidak meninggalkanku. Bahkan memberikan benih kehidupan baru yang tumbuh di dalam tubuhku. Aku bahagia sekali. Tetapi kemudian aku memutuskan untuk meninggalkannya.Kuputuskan untuk meninggalkan Prihadi ketika istrinya datang menemuiku dengan begitu anggun dan berwibawa. Berhadapan dengan perempuan yang begitu berkilau, tinggi, langsing dengan kulit kuning, ayu dengan wajah priyayi, tutur katanya lemah lembut, membuatku benar-benar merasa rendah dan tidak ada artinya. Ia sama sekali tidak menghardik atau mencaci-makiku. Ia sungguh nyaris sempurna untuk ukuran seorang perempuan, kecuali…belum bisa memberikan anak untuk Prihadi!"Kamu Ningsih? Aku istri Prihadi. Namaku Indah."Oh, ia sungguh-sungguh seindah namanya."Aku tahu hubunganmu dengan suamiku," ujarnya dengan menekankan benar-benar kata "suamiku" itu. "Dan aku tahu kamu pasti perempuan baik-baik," lagi-lagi ia memberikan tekanan dalam kepada kata-kata "perempuan baik-baik" yang jelas-jelas ditujukannya kepadaku. "Sebagai perempuan baik-baik, kamu seharusnya tidak menjalin hubungan dengan laki-laki yang sudah beristri…dengan alasan apa pun," kali ini ia menekankan setiap kata-katanya sehingga membakat wajahku terasa panas."Nina, sebagai perempuan baik-baik, seharusnya kamu tidak berhubungan dengan laki-laki yang sudah beristri…dengan alasan apa pun…," aku mengulangi kalimat yang kusimpan lima tahun yang lalu untuk Nina. Sebetulnya itu klise, bukan? Hanya sekadar untuk menutupi gundah gulanaku yang entah kenapa merayapi seluruh permukaan batinku."Tetapi, Mbak, Bayu mencintaiku…," Nina menjawab. Jawaban itu juga yang kuberikan lima tahun yang lalu kepada perempuan yang nyaris sempurna itu.Tetapi ketika itu, ia justru memberikan senyum manisnya. Ia benar-benar tanpa ekspresi marah. "Laki-laki biasa seperti itu. Tetapi kamu kan perempuan baik-baik. Walaupun Prihadi menggoda, mengejar dan mencintaimu, tetapi bukankah sudah sepantasnya kamu menolaknya? Kamu kan tahu kalau dia sudah beristri?" lagi-lagi ia membuatku pias.Aku berusaha mem-photocopy kata-kata usang itu untuk Nina."Tetapi aku juga mencintai Bayu," ia melenguh getir.Kurasakan getir yang sama ketika aku memberikan jawaban itu pula kepada istri Prihadi. Bahkan waktu itu aku masih memberikan tambahan jawaban. "Aku mengandung anak Prihadi…." Kuharap dengan jawabanku itu ia tidak akan mengusik perasaanku dengan kata-katanya yang lemah lembut tetapi terasa menampar-nampar."Baiklah, aku mengerti kalau kamu mencintai Prihadi," ia tertawa pelan tetapi sungguh terasa kian menusuk-nusuk.Astaga! Ia tertawa! Terbuat dari apakah perempuan ini?"Kalau kau mencintai seseorang, maka kau akan melakukan apa saja yang akan membuatnya bahagia kan?" Ia pandai sekali bermain kalimat. Sebentar kalimat pernyataan, sebentar kalimat tanya. Tetapi tidak ada satu pun dari kalimatnya yang membakatku merasa nyaman.Hei! Konyol benar! Sudah syukur-syukur ia tidak memaki-makimu…, cetus batinku."Ya, aku akan melakukan apa saja untuk membuat Prihadi berbahagia.""Nah, kau tahu kalau Prihadi adalah tokoh masyarakat yang cukup terkenal dan disegani di kota ini, kan? Ia memiliki kedudukan, kekayaan, karisma, dan nama baik. Apakah bisa kau bayangkan bagaimana reputasi Prihadi kalau sampai terbongkar mempunyai hubungan dengan perempuan lain…dan bahkan mempunyai anak di luar nikah?"Oh…ia mempunyai tata bahasa yang sempurna! Ia sama sekali tidak menggunakan kata-kata kasar. Ia memakai istilah "mempunyai hubungan dengan perempuan lain", ia tidak mengatakan "mempunyai simpanan bekas pelacur", ia mengatakan "anak di luar nikah", ia tidak mengucapkan "anak haram". Apakah itu berarti ia menghargaiku? Tetapi kenapa aku justru tidak merasa dihargai? Aku justru merasa dipermalukan. Ataukah memang pantas aku dipermalukan?"Bagaimana? Apakah situasi itu akan baik untuk Prihadi?""Tidak," aku tidak mempunyai pilihan lain kecuali kata-kata itu.Ia tertawa pelan tetapi kali ini benar-benar seperti tawa seorang algojo yang berhasil memengal kepala seorang tawanan yang sama sekali tidak melawan."Lalu bagaimana caramu untuk membuat Prihadi bahagia? Kamu tidak mau merusak semua yang sudah dimiliki Prihadi, kan?" Ia benar-benar algojo yang sempurna. Ia memenggal kepalaku tanpa rasa sakit sedikit pun.Tinggal aku yang menggelepar, terkapar, tanpa pernah merasa sekarat meregang nyawa."Kalau kamu mencintai Prihadi, tinggalkan dia, gugurkan kandunganmu. Kamu pergi jauh dan memulai kehidupan baru. Aku akan membantumu. Kamu cantik sekali, Ningsih. Aku yakin, tidak akan sulit bagimu untuk mencari laki-laki baik yang belum beristri," ia menutup eksekusinya dengan kata-kata pelan tetapi penuh tekanan. "Jelas? Kuharap kamu cukup pandai untuk bisa mengerti semuanya," tandasnya.Lalu tidak banyak yang bisa kubantah ketika ia "membantuku" menyelesaikan semuanya. Ia melakukan transaksi jual beli atas rumah yang kutempati. Ia menggantinya dengan sejumlah uang yang lebih dari cukup. Ia mengantarku ke dokter dan membayar semua ongkos "mengeluarkan" calon kehidupan yang bersemayam di tubuhku. Ia membelikan aku tiket pesawat. Ia mengantarku sampai ke bandara. Ia memeluk dan mencium pipiku, lalu berbisik, "Selamat menempuh hidup baru, Ningsih. Tolong, jangan ganggu kehidupan Prihadi. Terima kasih atas pengertianmu. Kamu memang perempuan yang baik…"Oh! Ia benar-benar perempuan yang sempurna!Sampai pesawatku tinggal landas, aku tidak bisa menitikkan air mata sama sekali. Apa yang perlu kutangisi? Perempuan itu tidak memaki atau menghinaku. Bahkan ia "membantuku" dan memberiku banyak uang untuk memulai kehidupan baru di kota yang jauh dari mereka. Terasa jutaan sembilu menikam-nikam. Hatiku terasa sakit tetapi mataku hanya bisa mengembun.Sejak itu, aku berteman dengan kartu-kartu ini. Kartu-kartu ini pemberian induk semangku. Aku belajar dari dia membaca kartu-kartu ini. Dahulu, dari kartu-kartu ini, aku tahu apakah aku akan mendapat banyak tamu atau tidak? Apakah Prihadi akan datang atau tidak.Ah, kutepis nama itu cepat-cepat.Aku melanjutkan jalannya kartu-kartu yang masih berserakan di atas meja. Aku tidak mau mengingat masa lalu yang sudah sekian lama kukubur. Aku tidak mau menoleh ke belakang karena sangat menyakitkan. Toh, dengan uang yang kubawa, aku bisa membangun kehidupan baru, membeli rumah ini, membuka warung kecil, menerima kos-kosan, bertemu Nina…"Halangan…rintangan…rindu…ah…ia tidak mempunyai uang!" Aku berusaha mengalihkan rasa lukaku dengan membaca kartu-kartu Nina. Lagi-lagi ramalan itu yang kubaca dari kartu-kartu yang bertebaran. "Bingung…perempuan…halangan…Ia merindukanmu juga. Tetapi ia bingung bagaimana harus menghadapi istrinya," cetusku.Nina tertawa sumbang. "Bayu memang tidak punya uang. Istrinya yang kaya. Istrinya yang memegang kendali perusahaan. Istrinya sudah mengetahui hubungan kami. Dia lalu mengusirnya keluar dari perusahaan. Sekarang ia menghindar dariku, Mbak! Ia lebih mencintai kekayaan istrinya daripada perasaanku!""Bayu mengecewakanku, Mbak," sentaknya. Kali ini embun-embun di matanya berguguran menjadi rintik hujan. Mengalir deras menganak di lekuk-lekuk pipinya. "Bayu menipu hatiku, Mbak! Ia takut tidak bisa hidup kaya bila pergi bersamaku. Aku benci padanya!" Hujan itu sudah menjadi badai. Riuh rendah bergemuruh seakan puting beliung yang akan merubuhkan apa saja. Lara berkubang seperti seonggok daun-daun gugur di matanya yang tersayat."Apa yang kau inginkan darinya?""Aku ingin dia sakit…sesakit yang kurasakan!"Aku tercenung. Sesakit itu pula yang pernah kurasakan. Betapa rasa benci itu melebihi rasa sakit. Aku juga benci setengah mati kepada Prihadi. Kenapa ia tidak mencariku kalau ia mencintaiku? Kenapa sejak istrinya yang begitu sempurna itu menemuiku, ia juga tidak pernah muncul? Lalu ketika istrinya "membantuku" untuk menyelesaikan semuanya, ia juga tidak ada kabar berita? Padahal sudah kucari seakan sampai ke ujung dunia. Apakah itu sudah merupakan kesepakatan mereka berdua?Akhirnya, aku merasa pencarianku sia-sia. Ia kucari sampai ke ujung mimpi. Kubatin, kupanggil, kunanti, dengan seluruh pengharapan dan kerinduan. Tetapi ruang hampa yang kudapati. Sehingga, kuputuskan untuk bersahabat saja dengan rasa benci dan rasa sakit. Mungkin akan menjadi lebih ramah dan menyenangkan. Ternyata benar. Membenci lebih mudah daripada memaafkan. Sakit lebih nikmat daripada pengharapan. Jadilah rasa benci dan sakit yang kusimpan untuk Prihadi.Malam demi malam, kusumpahi kandungan perempuan yang nyaris sempurna itu. Aku tidak rela menggenapi kesempurnaannya sebagai seorang perempuan dengan seorang anak, sementara ia menyuruh dokter untuk menyendok dengan mudah sebiji kacang hijau kecil di dalam rahimku. Biarkan ia juga menikmati sepi yang sama seperti sepi yang dibelikannya untukku.Sejak malam itu, malam-malam Nina juga menjadi sibuk. Nina menjadi sangat menyukai malam seperti aku. Setiap malam, ia mengirimkan rasa sakit yang dirasakannya kepada Bayu. ***
Cerpen Lan Fang
Ini sudah hari ke empat Nina kelihatan murung. Kian hari wajahnya semakin mendung dengan mata nanar dan bisu. Kerjanya setiap hari bangun dengan masai lalu duduk termenung.Sebetulnya itu bukan urusanku. Karena Nina bukan siapa-siapaku. Ia hanya menyewa sebuah kamar di rumahku. Ia tinggal bersamaku baru dua bulan ini. Tetapi entah kenapa aku langsung menyukainya.Rumahku tidak terlalu besar. Juga tidak terlalu bagus. Sederhana saja. Rumahku berada di kampung yang dindingnya rapat dengan tembok rumah sebelah. Ada tiga kamar kosong. Tetapi aku tinggal sendirian. Karenanya aku menyewakan kamar-kamar kosong itu untuk menunjang hidupku di samping aku membuka sebuah warung kelontongan kecil di depan rumah.Penghuni kamar pertama adalah Anita. Ia cantik dan selalu wangi karena ia bekerja sebagai seorang beauty advisor kosmetik terkenal di counter kosmetik sebuah plaza megah. Anita supel, periang dan pandai berdandan.Kamar kedua dipakai oleh Tina. Ia juga cantik. Katanya ia bekerja di sebuah restaurant. Tetapi yang mengantarnya pulang selalu bukan laki-laki yang sama. Kepulan rokok mild juga tidak pernah lepas dari bibirnya yang seksi.Tetapi aku bukan tipe pemilik kost yang rese’. Mereka kuberi kunci pintu supaya bila pulang larut malam tidak perlu mengetuk-ngetuk pintu dan membuatku terganggu. Aku tidak terlalu pusing dengan apa pun yang mereka kerjakan. Toh mereka selalu membayar uang kost tepat waktu. Bukan itu saja, menurutku, mereka cukup baik. Mereka hormat dan sopan kepadaku. Apa pun yang mereka lakoni, tidak bisa membuatku memberikan stempel bahwa mereka bukan perempuan baik-baik.Nina datang dua bulan yang lalu dan menempati kamar ketiga. Kutaksir usianya belum mencapai tiga puluh tahun. Paling-paling hanya terpaut dua tiga tahun di bawahku. Ia tidak secantik Anita dan Tina, tetapi ia manis dan menarik dengan matanya yang selalu beriak dan senyumnya yang tulus. Ia rapi. Bukan saja kamarnya yang selalu tertata, tetapi kata-katanya pun halus dan terjaga. Ia membuatku teringat kepada seorang perempuan yang nyaris sempurna. Perempuan di masa lampau yang…ah…aku luka bila mengingatnya.Oh ya, Nina juga tidak pernah keluar malam. Ia lebih banyak berada di rumah, bahkan ia tidak segan-segan membantuku menjaga warung. Kalaupun ia keluar rumah, ia akan keluar untuk tiga sampai empat hari setelah menerima telepon dari seseorang laki-laki. Laki-laki yang sama.Bukan masalah kemurungannya saja yang aneh bagiku. Tetapi sudah dua minggu terakhir Nina tidak pernah keluar rumah. Bahkan tidak menerima atau menelepon sama sekali. Yang tampak olehku hanyalah kegelisahan yang menyobek pandangannya. Dan puncaknya adalah empat hari terakhir ini."Nina, ada apa? Beberapa hari ini kamu kelihatan murung…," aku tidak bisa mengerem lidahku untuk bertanya, ketika kami hanya berdua saja di rumah. Warung sudah tutup pukul sepuluh malam. Anita dan Tina belum pulang. Tetapi Nina kulihat masih termangu dengan mata kosong.Ia menoleh dengan lesu setelah sepersekian menit diam seakan-akan tidak mendengarkan apa yang aku tanyakan. Kemurungan tampak menggunung di matanya yang selalu beriak. Tetapi ia cuma menggeleng."Apa yang sekiranya bisa Mbak bantu?" aku tidak peduli andai ia menganggapku rese’.Lagi-lagi hanya gelengan. Ia masih duduk seperti arca membatu. Tapi mampu kubaca pikirannya gentayangan. Rohnya tidak berada di tubuhnya. Entah ke mana mengejewantah.Nina memang tidak pernah bercerita tentang dirinya, tentang orang tuanya, asalnya, sekolahnya, perasaannya, atau tentang laki-laki yang kerap meneleponnya. Aku sendiri juga tidak pernah menanyakannya. Mungkin ada hal-hal yang tidak ingin dia bagi kepada orang lain. Maka biarlah ia menyimpannya sendiri. Bukankah aku juga seperti itu?Sepi terasa lindap, seakan menancapkan kuku-kukunya mengoyak angin yang terluka. Hening itu benar-benar ada di antara aku dan Nina. Aku merasa tersayat. Karena sunyi seperti ini sudah kusimpan lima tahun lamanya. Kenapa sekarang mendadak hadir kembali?Lalu aku bangkit dari dudukku, mengambil satu seri kartu sebesar kartu domino. Tetapi yang tergambar bukan bulatan-bulatan merah. Tetapi berbagai macam bentuk berwarna hitam. Aku menyimpannya sudah lama. Sejak mataku selalu berembun, lalu embun itu menitik di ujung hati. Sejak sepi yang tanpa warna mulai mengakrabi aku. Sejak itulah aku mulai berbagi resah dengan kartu-kartu ini. Mereka banyak memberiku tahu tentang apa saja yang aku ingin tahu.Anita dan Tina sering melihatku bermain dengan kartu-kartuku di tengah malam ketika mereka pulang. Sejak melihatku bermain dengan kartu-kartu ini, mereka juga sering ikut bermain. Ada saja yang mereka ceritakan padaku melalui kartu-kartu ini. Jualan yang sepi, para langganan yang pelit memberikan tips sampai kepada pacar-pacar mereka yang datang dan pergi.Aku menyulut sebatang dupa India. Aromanya semerbak langsung memenuhi ruangan. Aku suka. Setidaknya mengusir hampa yang sejak tadi mengambang di udara. Kukocok setumpuk kartu itu di tanganku. Kuletakkan di atas meja di depan Nina."Mari, temani Mbak bermain kartu. Ambillah satu…," ujarku.Mata Nina memandangku. Bibirnya tetap rapat. Tetapi matanya mulai berembun. Dengan sebuah gerakan lamban tanpa semangat ia mengambil sebuah kartu. Lalu membukanya."Ah! Hatimu sedang kacau, sedih, kecewa, tidak menentu. Kau terluka," gumamku ketika melihat kartu yang dibukanya.Seperti aku dulu…, aku melindas gelinjang rasa yang sudah lama kupendam.Aku mulai membuka kartu-kartu berikutnya. "Kau sedang memikirkan seseorang,…ah bukan…kau merindukannya…penantian… jalan panjang…menunggu…kau menunggu seorang laki-laki?""Ya," suaranya gamang terdengar seperti datang dari dunia lain.Kuteruskan membuka kartu-kartu itu. "Menunggu… halangan… perempuan…dia beristri?" kutanya ketika tampak olehku gambaran seorang perempuan di atas kartu itu."Ya," kali ini suaranya seperti cermin retak berderak. Ia luka sampai seperti sekarat.Kurasakan derak-derak itu sampai menembus batinku. Kenapa seperti yang pernah kurasakan lima tahun lalu?"Kamu mencintainya, Nina?""Amat sangat!" kali ini ia menjawab cepat.Kuhela napas panjang. Kubiarkan kartu-kartu berserakan di antara aku dan Nina. Kulihat jantungnya seperti bulan tertusuk ilalang."Tetapi ia mengecewakanku, Mbak. Ia mengkhianati aku." Ia tidak mampu lagi menyembunyikan suara gemeretak hatinya yang bagaikan bunyi tembikar terbakar."Ia mengkhianati kamu? Bukannya ia yang mengkhianati istrinya? Bukankah ia sudah beristri?" aku bertanya, berpura-pura bodoh karena berusaha menyingkirkan masa lalu yang mulai menggigiti sanubariku. Perih itu masih terasa."Ya. Dia beristri. Tapi istrinya jahat sekali. Ia ingin meninggalkannya. Ia mencintaiku. Kami punya rencana masa depan," jawabnya naïf dan lugu.Astaga! Seperti itukah diriku lima tahun silam? Aku benar-benar seperti melihat cermin diriku.Kepulan asap dupa melemparku ke kepulan asap lain yang sama pekatnya lima tahun yang lalu. Aku berada di dalam kepulan-kepulan asap rokok tebal dari mulut para lelaki berduit yang kutemani duduk-duduk, minum, sampai ke kamar tidur. Para lelaki yang mabuk kepayang karena kecantikanku sebagai primadona di sebuah wisma di kompleks hiburan malam. Para lelaki kedinginan yang butuh kehangatan. Para lelaki kesepian yang butuh pelukan. Para lelaki yang tidak tahu lagi ke mana bisa menghamburkan uang mereka yang berlebihan."Istrinya jahat bagaimana? Namanya istri ya wajar saja dia tidak suka kalau suaminya berhubungan dengan perempuan lain," sahutku enteng atau tepatnya aku sudah terbiasa untuk "mengenteng-entengkan" jawaban yang ujung-ujungnya akan membuatku terluka. "Yang salah, ya suaminya. Sudah beristri kok masih bermain api. Tetapi namanya laki-laki ya begitu…," sambungku pelan.Laki-laki memang begitu, desahku. Laki-laki memang suka bermain api. Laki-laki memang suka mendua. Seperti para lelaki yang datang dan pergi di atas ranjangku. Mereka terbakar hangus gairah memberangus, haus sampai dengus-dengus napas terakhir. Lalu mereka pergi setelah sumpalkan segepok uang di belahan dadaku."Tetapi Bayu tidak seperti itu!" sergah Nina cepat. "Bayu mencintaiku, Mbak! Ia tidak akan meninggalkanku."Ya! Prihadi juga tidak seperti laki-laki lain. Ia juga mencintaiku. Prihadi tidak seperti laki-laki lain yang meniduriku dengan kasar. Ia bahkan sangat lemah lembut untuk ukuran "membeli" kehangatan dari seorang perempuan seperti aku. Karena Prihadi, maka aku tidak mau menerima tamu yang lain. Ia menginginkan aku hanya untuknya, maka ia membeli dan menebusku dari induk semangku. Lalu ia membawaku keluar dari wisma itu dan membelikan aku sebuah rumah kecil. Ia pahlawan bagiku. Ia tidak meninggalkanku. Bahkan memberikan benih kehidupan baru yang tumbuh di dalam tubuhku. Aku bahagia sekali. Tetapi kemudian aku memutuskan untuk meninggalkannya.Kuputuskan untuk meninggalkan Prihadi ketika istrinya datang menemuiku dengan begitu anggun dan berwibawa. Berhadapan dengan perempuan yang begitu berkilau, tinggi, langsing dengan kulit kuning, ayu dengan wajah priyayi, tutur katanya lemah lembut, membuatku benar-benar merasa rendah dan tidak ada artinya. Ia sama sekali tidak menghardik atau mencaci-makiku. Ia sungguh nyaris sempurna untuk ukuran seorang perempuan, kecuali…belum bisa memberikan anak untuk Prihadi!"Kamu Ningsih? Aku istri Prihadi. Namaku Indah."Oh, ia sungguh-sungguh seindah namanya."Aku tahu hubunganmu dengan suamiku," ujarnya dengan menekankan benar-benar kata "suamiku" itu. "Dan aku tahu kamu pasti perempuan baik-baik," lagi-lagi ia memberikan tekanan dalam kepada kata-kata "perempuan baik-baik" yang jelas-jelas ditujukannya kepadaku. "Sebagai perempuan baik-baik, kamu seharusnya tidak menjalin hubungan dengan laki-laki yang sudah beristri…dengan alasan apa pun," kali ini ia menekankan setiap kata-katanya sehingga membakat wajahku terasa panas."Nina, sebagai perempuan baik-baik, seharusnya kamu tidak berhubungan dengan laki-laki yang sudah beristri…dengan alasan apa pun…," aku mengulangi kalimat yang kusimpan lima tahun yang lalu untuk Nina. Sebetulnya itu klise, bukan? Hanya sekadar untuk menutupi gundah gulanaku yang entah kenapa merayapi seluruh permukaan batinku."Tetapi, Mbak, Bayu mencintaiku…," Nina menjawab. Jawaban itu juga yang kuberikan lima tahun yang lalu kepada perempuan yang nyaris sempurna itu.Tetapi ketika itu, ia justru memberikan senyum manisnya. Ia benar-benar tanpa ekspresi marah. "Laki-laki biasa seperti itu. Tetapi kamu kan perempuan baik-baik. Walaupun Prihadi menggoda, mengejar dan mencintaimu, tetapi bukankah sudah sepantasnya kamu menolaknya? Kamu kan tahu kalau dia sudah beristri?" lagi-lagi ia membuatku pias.Aku berusaha mem-photocopy kata-kata usang itu untuk Nina."Tetapi aku juga mencintai Bayu," ia melenguh getir.Kurasakan getir yang sama ketika aku memberikan jawaban itu pula kepada istri Prihadi. Bahkan waktu itu aku masih memberikan tambahan jawaban. "Aku mengandung anak Prihadi…." Kuharap dengan jawabanku itu ia tidak akan mengusik perasaanku dengan kata-katanya yang lemah lembut tetapi terasa menampar-nampar."Baiklah, aku mengerti kalau kamu mencintai Prihadi," ia tertawa pelan tetapi sungguh terasa kian menusuk-nusuk.Astaga! Ia tertawa! Terbuat dari apakah perempuan ini?"Kalau kau mencintai seseorang, maka kau akan melakukan apa saja yang akan membuatnya bahagia kan?" Ia pandai sekali bermain kalimat. Sebentar kalimat pernyataan, sebentar kalimat tanya. Tetapi tidak ada satu pun dari kalimatnya yang membakatku merasa nyaman.Hei! Konyol benar! Sudah syukur-syukur ia tidak memaki-makimu…, cetus batinku."Ya, aku akan melakukan apa saja untuk membuat Prihadi berbahagia.""Nah, kau tahu kalau Prihadi adalah tokoh masyarakat yang cukup terkenal dan disegani di kota ini, kan? Ia memiliki kedudukan, kekayaan, karisma, dan nama baik. Apakah bisa kau bayangkan bagaimana reputasi Prihadi kalau sampai terbongkar mempunyai hubungan dengan perempuan lain…dan bahkan mempunyai anak di luar nikah?"Oh…ia mempunyai tata bahasa yang sempurna! Ia sama sekali tidak menggunakan kata-kata kasar. Ia memakai istilah "mempunyai hubungan dengan perempuan lain", ia tidak mengatakan "mempunyai simpanan bekas pelacur", ia mengatakan "anak di luar nikah", ia tidak mengucapkan "anak haram". Apakah itu berarti ia menghargaiku? Tetapi kenapa aku justru tidak merasa dihargai? Aku justru merasa dipermalukan. Ataukah memang pantas aku dipermalukan?"Bagaimana? Apakah situasi itu akan baik untuk Prihadi?""Tidak," aku tidak mempunyai pilihan lain kecuali kata-kata itu.Ia tertawa pelan tetapi kali ini benar-benar seperti tawa seorang algojo yang berhasil memengal kepala seorang tawanan yang sama sekali tidak melawan."Lalu bagaimana caramu untuk membuat Prihadi bahagia? Kamu tidak mau merusak semua yang sudah dimiliki Prihadi, kan?" Ia benar-benar algojo yang sempurna. Ia memenggal kepalaku tanpa rasa sakit sedikit pun.Tinggal aku yang menggelepar, terkapar, tanpa pernah merasa sekarat meregang nyawa."Kalau kamu mencintai Prihadi, tinggalkan dia, gugurkan kandunganmu. Kamu pergi jauh dan memulai kehidupan baru. Aku akan membantumu. Kamu cantik sekali, Ningsih. Aku yakin, tidak akan sulit bagimu untuk mencari laki-laki baik yang belum beristri," ia menutup eksekusinya dengan kata-kata pelan tetapi penuh tekanan. "Jelas? Kuharap kamu cukup pandai untuk bisa mengerti semuanya," tandasnya.Lalu tidak banyak yang bisa kubantah ketika ia "membantuku" menyelesaikan semuanya. Ia melakukan transaksi jual beli atas rumah yang kutempati. Ia menggantinya dengan sejumlah uang yang lebih dari cukup. Ia mengantarku ke dokter dan membayar semua ongkos "mengeluarkan" calon kehidupan yang bersemayam di tubuhku. Ia membelikan aku tiket pesawat. Ia mengantarku sampai ke bandara. Ia memeluk dan mencium pipiku, lalu berbisik, "Selamat menempuh hidup baru, Ningsih. Tolong, jangan ganggu kehidupan Prihadi. Terima kasih atas pengertianmu. Kamu memang perempuan yang baik…"Oh! Ia benar-benar perempuan yang sempurna!Sampai pesawatku tinggal landas, aku tidak bisa menitikkan air mata sama sekali. Apa yang perlu kutangisi? Perempuan itu tidak memaki atau menghinaku. Bahkan ia "membantuku" dan memberiku banyak uang untuk memulai kehidupan baru di kota yang jauh dari mereka. Terasa jutaan sembilu menikam-nikam. Hatiku terasa sakit tetapi mataku hanya bisa mengembun.Sejak itu, aku berteman dengan kartu-kartu ini. Kartu-kartu ini pemberian induk semangku. Aku belajar dari dia membaca kartu-kartu ini. Dahulu, dari kartu-kartu ini, aku tahu apakah aku akan mendapat banyak tamu atau tidak? Apakah Prihadi akan datang atau tidak.Ah, kutepis nama itu cepat-cepat.Aku melanjutkan jalannya kartu-kartu yang masih berserakan di atas meja. Aku tidak mau mengingat masa lalu yang sudah sekian lama kukubur. Aku tidak mau menoleh ke belakang karena sangat menyakitkan. Toh, dengan uang yang kubawa, aku bisa membangun kehidupan baru, membeli rumah ini, membuka warung kecil, menerima kos-kosan, bertemu Nina…"Halangan…rintangan…rindu…ah…ia tidak mempunyai uang!" Aku berusaha mengalihkan rasa lukaku dengan membaca kartu-kartu Nina. Lagi-lagi ramalan itu yang kubaca dari kartu-kartu yang bertebaran. "Bingung…perempuan…halangan…Ia merindukanmu juga. Tetapi ia bingung bagaimana harus menghadapi istrinya," cetusku.Nina tertawa sumbang. "Bayu memang tidak punya uang. Istrinya yang kaya. Istrinya yang memegang kendali perusahaan. Istrinya sudah mengetahui hubungan kami. Dia lalu mengusirnya keluar dari perusahaan. Sekarang ia menghindar dariku, Mbak! Ia lebih mencintai kekayaan istrinya daripada perasaanku!""Bayu mengecewakanku, Mbak," sentaknya. Kali ini embun-embun di matanya berguguran menjadi rintik hujan. Mengalir deras menganak di lekuk-lekuk pipinya. "Bayu menipu hatiku, Mbak! Ia takut tidak bisa hidup kaya bila pergi bersamaku. Aku benci padanya!" Hujan itu sudah menjadi badai. Riuh rendah bergemuruh seakan puting beliung yang akan merubuhkan apa saja. Lara berkubang seperti seonggok daun-daun gugur di matanya yang tersayat."Apa yang kau inginkan darinya?""Aku ingin dia sakit…sesakit yang kurasakan!"Aku tercenung. Sesakit itu pula yang pernah kurasakan. Betapa rasa benci itu melebihi rasa sakit. Aku juga benci setengah mati kepada Prihadi. Kenapa ia tidak mencariku kalau ia mencintaiku? Kenapa sejak istrinya yang begitu sempurna itu menemuiku, ia juga tidak pernah muncul? Lalu ketika istrinya "membantuku" untuk menyelesaikan semuanya, ia juga tidak ada kabar berita? Padahal sudah kucari seakan sampai ke ujung dunia. Apakah itu sudah merupakan kesepakatan mereka berdua?Akhirnya, aku merasa pencarianku sia-sia. Ia kucari sampai ke ujung mimpi. Kubatin, kupanggil, kunanti, dengan seluruh pengharapan dan kerinduan. Tetapi ruang hampa yang kudapati. Sehingga, kuputuskan untuk bersahabat saja dengan rasa benci dan rasa sakit. Mungkin akan menjadi lebih ramah dan menyenangkan. Ternyata benar. Membenci lebih mudah daripada memaafkan. Sakit lebih nikmat daripada pengharapan. Jadilah rasa benci dan sakit yang kusimpan untuk Prihadi.Malam demi malam, kusumpahi kandungan perempuan yang nyaris sempurna itu. Aku tidak rela menggenapi kesempurnaannya sebagai seorang perempuan dengan seorang anak, sementara ia menyuruh dokter untuk menyendok dengan mudah sebiji kacang hijau kecil di dalam rahimku. Biarkan ia juga menikmati sepi yang sama seperti sepi yang dibelikannya untukku.Sejak malam itu, malam-malam Nina juga menjadi sibuk. Nina menjadi sangat menyukai malam seperti aku. Setiap malam, ia mengirimkan rasa sakit yang dirasakannya kepada Bayu. ***
PERNYATAAN SIKAP PERHIMPUNAN RAKYAT PEKERJA
Mengutuk Manajemen Bank Mandiri yang bertidak arogan dan sewenang-wenang !!!
Hentikan segera upaya intimidasi dari Manajemen Bank Mandiri kepada pekerja !!!
Salam rakyat pekerja,
Upaya intimidasi dari manajemen perusahaan kembali terjadi. Saat ini 3 orang pegawai, anggota dan pengurus dari Serikat Pegawai Bank Mandiri (SPBM) telah dibebastugaskan, 5 orang pegawai, anggota dan pengurus dari Serikat Pegawai Bank Mandiri (SPBM) akan di PHK dan sekitar 300 orang telah diberikan surat peringatan/sanksi. Hal ini merupakan ?buah? dari tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh Manajemen Bank Mandiri kepada para pekerjanya.
Tindakan arogan dan sewenang-wenang dari manajemen Bank Mandiri ini bermula dari sebuah aksi yang dilakukan oleh Serikat Pegawai Bank Mandiri (SPBM) kepada manajemen Bank Mandiri pada tanggal 4 Agustus 2007. Aksi tersebut dilaksanakan karena para pekerja Bank Mandiri merasa bahwa manajemen Bank Mandiri tidak transparan dalam memberikan peningkatan kesejahteraan kepada para pekerjanya. Namun dari aksi penuntutan kesejahteraan pekerja inilah, kemudian manajemen Bank Mandiri mengambil beberapa tindakan yang sangat arogan dan intimidatif. Segala kegiatan Serikat Pegawai Bank Mandiri kemudian dihalangi-halangi oleh manajemen Bank Mandiri. Bahkan upaya intimidasi terhadap para pekerja untuk tidak terlibat dalam kegiatan SPBM pun dilakukan oleh manajemen Bank Mandiri. Hal ini tentu saja telah melanggar hak-hak pekerja untuk dapat terlibat dalam kegiatan serikat pekerja/buruh.
Selain itu, bahkan manajemen Bank Mandiri berusaha mengintervensi independensi dari SPBM. Manajemen Bank Mandiri dengan sangat arogannya mendorong digelarnya Munaslub SPBM untuk melengserkan kepengurusan yang sah. Kemudian manajemen Bank Mandiri menaikkan orang-orang yang dapat dikendalikan dan dipercaya untuk menjadi pengurus SPBM. Ini jelas-jelas sudah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak pekerja dan independensi dari serikat pekerja/buruh.
Tentu saja kita tidak boleh lupa, bahwa ketika pada tahun 1998, pekerja-pekerja bank yang termasuk buruh kerah putih merupakan elemen terpenting dalam perjuangan demokrasi. Buruh-buruh kerah putih ini merupakan garda terdepan dalam perjuangan demokrasi di suatu kora industri modern, seperti Jakarta. Artinya memang sudah seharusnyalah, pekerja-pekerja kerah putih melakukan perjuangan untuk demokrasi dan demi kesejahteraan bagi rakyat Indonesia yang lebih luas.
Maka darii tu, kami dari Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP) menyatakan sikap:
Mengutuk tindakan arogan dan sewanang-wenang dari manajemen Bank Mandiri terhadap para pekerjanya.
Manajemen Bank Mandiri harus segera menghentikan upaya intimidasi terhadap para pekerja yang terlibat dalam kegiatan serikat pekerja. Karena jelas saat ini manajemen Bank Mandiri telah melanggar hak-hak para pekerjanya.
Negara, melalui Departemen Ketenagakerjaan dan Transmigrasi harus segera mengusut kasus pelanggaran yang dilakukan oleh manajemen Bank Mandiri.
Negara harus segera memberhentikan Dirut Bank Mandiri Agus Martowardojo, karena telah membiarkan pelanggaran-pelanggaran serius yang terjadi di Bank Mandiri.
Kepengurusan Serikat Pegawai Bank Mandiri yang dibuat oleh manajemen Bank Mandiri harus segera dibubarkan, karena telah melanggar independensi dan hak para pekerja Bank Mandiri, dan segera mensahkan kembali kepengurusan yang lama.
Serikat Pegawai Bank Mandiri harus memulai untuk membangun jaringan gerakan rakyat multisektor yang lebih besar untuk menuntut kesejahteraan rakyat Indonesia yang lebih luas.
Jakarta, 2 Febuari 2008
Komite Pusat Perhimpunan Rakyat Pekerja
Sekretaris Jenderal
Irwansyah
Mengutuk Manajemen Bank Mandiri yang bertidak arogan dan sewenang-wenang !!!
Hentikan segera upaya intimidasi dari Manajemen Bank Mandiri kepada pekerja !!!
Salam rakyat pekerja,
Upaya intimidasi dari manajemen perusahaan kembali terjadi. Saat ini 3 orang pegawai, anggota dan pengurus dari Serikat Pegawai Bank Mandiri (SPBM) telah dibebastugaskan, 5 orang pegawai, anggota dan pengurus dari Serikat Pegawai Bank Mandiri (SPBM) akan di PHK dan sekitar 300 orang telah diberikan surat peringatan/sanksi. Hal ini merupakan ?buah? dari tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh Manajemen Bank Mandiri kepada para pekerjanya.
Tindakan arogan dan sewenang-wenang dari manajemen Bank Mandiri ini bermula dari sebuah aksi yang dilakukan oleh Serikat Pegawai Bank Mandiri (SPBM) kepada manajemen Bank Mandiri pada tanggal 4 Agustus 2007. Aksi tersebut dilaksanakan karena para pekerja Bank Mandiri merasa bahwa manajemen Bank Mandiri tidak transparan dalam memberikan peningkatan kesejahteraan kepada para pekerjanya. Namun dari aksi penuntutan kesejahteraan pekerja inilah, kemudian manajemen Bank Mandiri mengambil beberapa tindakan yang sangat arogan dan intimidatif. Segala kegiatan Serikat Pegawai Bank Mandiri kemudian dihalangi-halangi oleh manajemen Bank Mandiri. Bahkan upaya intimidasi terhadap para pekerja untuk tidak terlibat dalam kegiatan SPBM pun dilakukan oleh manajemen Bank Mandiri. Hal ini tentu saja telah melanggar hak-hak pekerja untuk dapat terlibat dalam kegiatan serikat pekerja/buruh.
Selain itu, bahkan manajemen Bank Mandiri berusaha mengintervensi independensi dari SPBM. Manajemen Bank Mandiri dengan sangat arogannya mendorong digelarnya Munaslub SPBM untuk melengserkan kepengurusan yang sah. Kemudian manajemen Bank Mandiri menaikkan orang-orang yang dapat dikendalikan dan dipercaya untuk menjadi pengurus SPBM. Ini jelas-jelas sudah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak pekerja dan independensi dari serikat pekerja/buruh.
Tentu saja kita tidak boleh lupa, bahwa ketika pada tahun 1998, pekerja-pekerja bank yang termasuk buruh kerah putih merupakan elemen terpenting dalam perjuangan demokrasi. Buruh-buruh kerah putih ini merupakan garda terdepan dalam perjuangan demokrasi di suatu kora industri modern, seperti Jakarta. Artinya memang sudah seharusnyalah, pekerja-pekerja kerah putih melakukan perjuangan untuk demokrasi dan demi kesejahteraan bagi rakyat Indonesia yang lebih luas.
Maka darii tu, kami dari Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP) menyatakan sikap:
Mengutuk tindakan arogan dan sewanang-wenang dari manajemen Bank Mandiri terhadap para pekerjanya.
Manajemen Bank Mandiri harus segera menghentikan upaya intimidasi terhadap para pekerja yang terlibat dalam kegiatan serikat pekerja. Karena jelas saat ini manajemen Bank Mandiri telah melanggar hak-hak para pekerjanya.
Negara, melalui Departemen Ketenagakerjaan dan Transmigrasi harus segera mengusut kasus pelanggaran yang dilakukan oleh manajemen Bank Mandiri.
Negara harus segera memberhentikan Dirut Bank Mandiri Agus Martowardojo, karena telah membiarkan pelanggaran-pelanggaran serius yang terjadi di Bank Mandiri.
Kepengurusan Serikat Pegawai Bank Mandiri yang dibuat oleh manajemen Bank Mandiri harus segera dibubarkan, karena telah melanggar independensi dan hak para pekerja Bank Mandiri, dan segera mensahkan kembali kepengurusan yang lama.
Serikat Pegawai Bank Mandiri harus memulai untuk membangun jaringan gerakan rakyat multisektor yang lebih besar untuk menuntut kesejahteraan rakyat Indonesia yang lebih luas.
Jakarta, 2 Febuari 2008
Komite Pusat Perhimpunan Rakyat Pekerja
Sekretaris Jenderal
Irwansyah
PENJELASAN SEPIHAK BANK MANDIRI TERHADAP GUGATAN CLASS ACTON
Pada tanggal 5 Agustus 2008 melalui iklan di Harian Rakyat Merdeka, Bank Mandiri membuat counter terhadap Gugatan Class Action Pegawai Bank Mandiri (yang atas perintah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan harus dinotifikasi /diumumkan dan kebetulan diumumkan di Harian Rakyat pada tanggal 18 Juli 2008). Counter dari Bank Mandiri ini jelas melanggar etika dalam tatacara peradilan dan Harian Rakyat Merdeka juga telah melanggar kode etik jurnalistik hanya demi mendapatkan iklan dari Bank Mandiri tersebut.
Dalam iklannya tersebut, Bank Mandiri memuat 6 point dimana setiap point-nya jelas bertentangan dengan realitas /kenyataan sebenarnya dan fakta hukum yang ada.
Dalam surat sanksi yang diberikan Manajemen Bank Mandiri, disebutkan bahwa Pegawai bukan melanggar Perjanjian Kerja Bersama (PKB), namun melanggar Peraturan Disiplin Pegawai (PDP) dikarenakan telah melakukan aksi unjuk rasa.
Dikatakan bahwa tindakan pendisiplinan (kecuali PHK) telah berakhir masa berlakunya, adalah sebuah pembohongan terhadap publik karena hampir sebagian pegawai yang menerima surat sanksi tidak pernah menerima surat pemberitahuan bahwa masa berlaku sanksinya telah berakhir.
Keputusan Pengadilan Hubungan Indutrial yang memutuskan PHK terhadap Mirisnu Viddiana belum mempunyai kekuatan hukum tetap karena Mirisnu Viddiana langsung menyatakan banding/kasasi ke Mahkamah Agung (MA) sehingga status Mirisnu Viddiana adalah masih Pegawai Bank Mandiri.
Dikatakan juga bahwa Bank Mandiri senantiasa memberikan hak-hak pegawainya bahkan telah melebihi hak-hak normatif yang ditetapkan. Padahal Gugatan Class Action tersebut bukan mempermasalahkan hak-hak normatif pegawai, tetapi mengenai tindakan Manajemen Bank Mandiri yang sangat tidak mendasar dalam memberikan Sanksi terhadap pegawai yang melakukan aksi unjuk rasa.
Disebutkan bahwa Bank Mandiri senantiasa tunduk dan patuh kepada seluruh ketentuan yang berlaku serta menghormati proses peradilan class atcion yang sedang berlangsung. Namun apa yang terjadi? Manajemen melakukan tindakan intimidasi dan tekanan-tekanan kepada Wakil dan anggota Class Action. Intimidasi tidak hanya kepada pegawai, tetapi dilakukan sampai kepada keluarga pegawai (isteri, orangtua, anak). Bahkan sampai tulisan ini diturunkan (21 Agustus 2008), pihak Manajemen melalui Pengacaranya (Purbadi dan Kemalsyah) masih melakukan intimidasi terhadap Wakil dan Anggota Kelas. Intimidasi juga dilakukan melalui pengurus Serikat Boneka bentukan manajemen kepada Wakil dan anggota kelas yang intinya agar mengundurkan diri dari Gugatan Class Action.
Apa yang dilakukan manajemen Bank Mandiri dengan melakukan pengumuman seperti ini? Tidak lebih dari ketakutan manajemen Bank Mandiri yang telah melakukan serangkaian tindakan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yaitu Tindak Pidana Anti Serikat dan menunjukkan perbuatan money politics .
Pada tanggal 5 Agustus 2008 melalui iklan di Harian Rakyat Merdeka, Bank Mandiri membuat counter terhadap Gugatan Class Action Pegawai Bank Mandiri (yang atas perintah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan harus dinotifikasi /diumumkan dan kebetulan diumumkan di Harian Rakyat pada tanggal 18 Juli 2008). Counter dari Bank Mandiri ini jelas melanggar etika dalam tatacara peradilan dan Harian Rakyat Merdeka juga telah melanggar kode etik jurnalistik hanya demi mendapatkan iklan dari Bank Mandiri tersebut.
Dalam iklannya tersebut, Bank Mandiri memuat 6 point dimana setiap point-nya jelas bertentangan dengan realitas /kenyataan sebenarnya dan fakta hukum yang ada.
Dalam surat sanksi yang diberikan Manajemen Bank Mandiri, disebutkan bahwa Pegawai bukan melanggar Perjanjian Kerja Bersama (PKB), namun melanggar Peraturan Disiplin Pegawai (PDP) dikarenakan telah melakukan aksi unjuk rasa.
Dikatakan bahwa tindakan pendisiplinan (kecuali PHK) telah berakhir masa berlakunya, adalah sebuah pembohongan terhadap publik karena hampir sebagian pegawai yang menerima surat sanksi tidak pernah menerima surat pemberitahuan bahwa masa berlaku sanksinya telah berakhir.
Keputusan Pengadilan Hubungan Indutrial yang memutuskan PHK terhadap Mirisnu Viddiana belum mempunyai kekuatan hukum tetap karena Mirisnu Viddiana langsung menyatakan banding/kasasi ke Mahkamah Agung (MA) sehingga status Mirisnu Viddiana adalah masih Pegawai Bank Mandiri.
Dikatakan juga bahwa Bank Mandiri senantiasa memberikan hak-hak pegawainya bahkan telah melebihi hak-hak normatif yang ditetapkan. Padahal Gugatan Class Action tersebut bukan mempermasalahkan hak-hak normatif pegawai, tetapi mengenai tindakan Manajemen Bank Mandiri yang sangat tidak mendasar dalam memberikan Sanksi terhadap pegawai yang melakukan aksi unjuk rasa.
Disebutkan bahwa Bank Mandiri senantiasa tunduk dan patuh kepada seluruh ketentuan yang berlaku serta menghormati proses peradilan class atcion yang sedang berlangsung. Namun apa yang terjadi? Manajemen melakukan tindakan intimidasi dan tekanan-tekanan kepada Wakil dan anggota Class Action. Intimidasi tidak hanya kepada pegawai, tetapi dilakukan sampai kepada keluarga pegawai (isteri, orangtua, anak). Bahkan sampai tulisan ini diturunkan (21 Agustus 2008), pihak Manajemen melalui Pengacaranya (Purbadi dan Kemalsyah) masih melakukan intimidasi terhadap Wakil dan Anggota Kelas. Intimidasi juga dilakukan melalui pengurus Serikat Boneka bentukan manajemen kepada Wakil dan anggota kelas yang intinya agar mengundurkan diri dari Gugatan Class Action.
Apa yang dilakukan manajemen Bank Mandiri dengan melakukan pengumuman seperti ini? Tidak lebih dari ketakutan manajemen Bank Mandiri yang telah melakukan serangkaian tindakan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yaitu Tindak Pidana Anti Serikat dan menunjukkan perbuatan money politics .
Siaran Pers: Melawan Tindakan Anti Serikat Pekerja di Bank Mandiri
Tags: Serikat, Pekerja, Bank, pers, Melawan
Melawan Tindakan Anti Serikat Pekerja di Bank Mandiri Bahwa UUD 1945 telah memberikan hak dasar kepada setiap warga negara, termasuk kaum pekerja untuk secara bebas berserikat dan berkumpul. Demikian pula UU No.21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, dengan tegas menyatakan bahwa pekerja/buruh memiliki kekebasan untuk berserikat tanpa ada pihak lain yang berhak menghalanginya. Konvensi ILO No. 87 tentang freedom of association dan No. 98 tentang Collective Bargaining yang telah diratifikasi oleh Pemerintah RI, seharus menjadi pijakan bagi semua pihak untuk bersama-sama membangun sistem hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan. Dan serikat pekerja adalah salah satu pelaku hubungan industrial yang harus dihormati keberadaannya. Bahwa apa yang terjadi di Bank Mandiri, justru sebaliknya dan menjadi sebuah ironi. Sebuah Bank plat merah terbesar di negeri ini yang seharusnya menghormati hak-hak dasar pekerja untuk berserikat malah mendapat rintangan dan tekanan yang luar biasa dari pihak Manajemen. Serikat Pegawai Bank Mandiri (SPBM) yang secara sah telah tercatat di Suku Dinas Tenaga Kerja Kodya Jakarta Selatan, saat ini tengah digoyang dan dikoyak-koyak oleh Manajemen dengan cara-cara yang terencana dan sistematis. Indikasinya sangat jelas terlihat dengan adanya sejumlah tindakan melawan hukum dari Manajemen Bank Mandiri, antara lain : 1. Manajemen merumahkan (pembebasan tugas) seluruh Pengurus Inti SPBM terhitung sejak tanggal 8 Agustus 2007 dengan alasan yang tidak jelas dan tidak berdasar. 2. Manejemen melakukan propaganda anti SPBM kepada para karyawan agar keluar dari keanggotaan SPBM dengan merancang dan mengedarkan sebuah formulir pengunduran diri. 3. Manajemen secara sepihak menghentikan pemotongan iuran anggota SPBM (check of system) sehingga SPBM kesulitan dalam menjalankan roda organisasi karena tidak ada iuran anggota yang masuk. 4. Manajemen menjatuhkan sanksi berupa surat-surat peringatan kepada para anggota SPBM yang ikut aksi unjuk rasa (bukan mogok kerja) pada tangal 4 Agustus 2007 lalu yang sesungguhnya dilakukan di luar jam kerja. 5. Melakukan intervensi terhadap urusan internal SPBM dengan mendorong digelarnya Munaslub SPBM pada bulan September lalu di Bali dengan tujuan melengserkan kepengurusan yang sah hasil Munas Mei 2007 lalu. Bahwa Mandiri Club, organisasi non kedinasan (bukan Serikat Pekerja/Serikat Buruh) yang dibentuk Manajemen, turut serta mempropagandakan pegawai untuk menandatangani pernyataan tidak mendukung SPBM dan mendukung Manajemen sekarang. Bahwa oleh karena itu, dengan mengacu kepada pasal 28 dan 43 UU No. 21 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh : Pasal 28 Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/ buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara : a. melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi; b. tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh; c. melakukan intimidasi dalam bentuk apapun; d. melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/ serikat buruh. Pasal 43 (1) Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan. maka SPBM melaporkan Manajemen PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk ke pihak Kepolisian dalam hal ini Markas Besar Kepolisian RI atas tindak pidana kejahatan anti serikat pekerja. Menuntut agar mereka dijatuhkan sanksi pidana 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp. 500.000.000,-. Langkah hukum ini kami lakukan semata-mata karena kecintaan kami kepada Bank Mandiri yang telah memberikan penghidupan kepada kami para karyawan beserta seluruh keluarganya. Namun, kami tidak ingin Bank Mandiri dikelola secara tidak profesional dengan menginjak-injak hak-hak dasar pekerja. Kami ingin Bank Mandiri tumbuh dan berkembang menjadi Perusahaan yang semakin besar, menguntungkan dan kompetitif dengan suasana kerja yang sehat dan kondusif. Demikian siran pers ini kami sampaikan. Jakarta, 7 Nopember 2007 Hormat kami. SERIKAT PEGAWAI BANK MANDIRI DEWAN PENGURUS PUSAT Mirisnu Viddiana Charlie Hutagalung Ketua Umum Sekretaris Umum Hp. 0816-731765/0818-868720 Hp. 0816-1341000
Tags: Serikat, Pekerja, Bank, pers, Melawan
Melawan Tindakan Anti Serikat Pekerja di Bank Mandiri Bahwa UUD 1945 telah memberikan hak dasar kepada setiap warga negara, termasuk kaum pekerja untuk secara bebas berserikat dan berkumpul. Demikian pula UU No.21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, dengan tegas menyatakan bahwa pekerja/buruh memiliki kekebasan untuk berserikat tanpa ada pihak lain yang berhak menghalanginya. Konvensi ILO No. 87 tentang freedom of association dan No. 98 tentang Collective Bargaining yang telah diratifikasi oleh Pemerintah RI, seharus menjadi pijakan bagi semua pihak untuk bersama-sama membangun sistem hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan. Dan serikat pekerja adalah salah satu pelaku hubungan industrial yang harus dihormati keberadaannya. Bahwa apa yang terjadi di Bank Mandiri, justru sebaliknya dan menjadi sebuah ironi. Sebuah Bank plat merah terbesar di negeri ini yang seharusnya menghormati hak-hak dasar pekerja untuk berserikat malah mendapat rintangan dan tekanan yang luar biasa dari pihak Manajemen. Serikat Pegawai Bank Mandiri (SPBM) yang secara sah telah tercatat di Suku Dinas Tenaga Kerja Kodya Jakarta Selatan, saat ini tengah digoyang dan dikoyak-koyak oleh Manajemen dengan cara-cara yang terencana dan sistematis. Indikasinya sangat jelas terlihat dengan adanya sejumlah tindakan melawan hukum dari Manajemen Bank Mandiri, antara lain : 1. Manajemen merumahkan (pembebasan tugas) seluruh Pengurus Inti SPBM terhitung sejak tanggal 8 Agustus 2007 dengan alasan yang tidak jelas dan tidak berdasar. 2. Manejemen melakukan propaganda anti SPBM kepada para karyawan agar keluar dari keanggotaan SPBM dengan merancang dan mengedarkan sebuah formulir pengunduran diri. 3. Manajemen secara sepihak menghentikan pemotongan iuran anggota SPBM (check of system) sehingga SPBM kesulitan dalam menjalankan roda organisasi karena tidak ada iuran anggota yang masuk. 4. Manajemen menjatuhkan sanksi berupa surat-surat peringatan kepada para anggota SPBM yang ikut aksi unjuk rasa (bukan mogok kerja) pada tangal 4 Agustus 2007 lalu yang sesungguhnya dilakukan di luar jam kerja. 5. Melakukan intervensi terhadap urusan internal SPBM dengan mendorong digelarnya Munaslub SPBM pada bulan September lalu di Bali dengan tujuan melengserkan kepengurusan yang sah hasil Munas Mei 2007 lalu. Bahwa Mandiri Club, organisasi non kedinasan (bukan Serikat Pekerja/Serikat Buruh) yang dibentuk Manajemen, turut serta mempropagandakan pegawai untuk menandatangani pernyataan tidak mendukung SPBM dan mendukung Manajemen sekarang. Bahwa oleh karena itu, dengan mengacu kepada pasal 28 dan 43 UU No. 21 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh : Pasal 28 Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/ buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara : a. melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi; b. tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh; c. melakukan intimidasi dalam bentuk apapun; d. melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/ serikat buruh. Pasal 43 (1) Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan. maka SPBM melaporkan Manajemen PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk ke pihak Kepolisian dalam hal ini Markas Besar Kepolisian RI atas tindak pidana kejahatan anti serikat pekerja. Menuntut agar mereka dijatuhkan sanksi pidana 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp. 500.000.000,-. Langkah hukum ini kami lakukan semata-mata karena kecintaan kami kepada Bank Mandiri yang telah memberikan penghidupan kepada kami para karyawan beserta seluruh keluarganya. Namun, kami tidak ingin Bank Mandiri dikelola secara tidak profesional dengan menginjak-injak hak-hak dasar pekerja. Kami ingin Bank Mandiri tumbuh dan berkembang menjadi Perusahaan yang semakin besar, menguntungkan dan kompetitif dengan suasana kerja yang sehat dan kondusif. Demikian siran pers ini kami sampaikan. Jakarta, 7 Nopember 2007 Hormat kami. SERIKAT PEGAWAI BANK MANDIRI DEWAN PENGURUS PUSAT Mirisnu Viddiana Charlie Hutagalung Ketua Umum Sekretaris Umum Hp. 0816-731765/0818-868720 Hp. 0816-1341000
Indikasi Money Politics Kasus Bank Mandiri
30/08/2008 02:42
Sumber : www.tabloidparle.com
Buntut dari aksi demo Serikat Pegawai Bank Mandiri (SPBM) pada 4 Agustus 2007 lalu, berbuah PHK kepada Ketua Umum SPBM, Mirisnu Viddiana. Keputusan tersebut diputuskan oleh Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta. Namun keputusan itu dinilai cacat hukum karena hakim mengabaikan fakta-fakta hukum, untuk itulah Viddi didampingi Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) menggugat keputusan hakim dengan mengajukan kasasi ke Komisi Yudisial (KY).
Kemelut ditubuh Bank Mandiri antara SPBM pimpinan Mirisnu Viddiana dan manajemen Bank Mandiri masih terus bergulir hingga kini. Hampir satu tahun sudah polemik tersebut berjalan, sejak Viddi, panggilan Mirisnu Viddiana. Pada 4 Agustus 2006 lalu, memimpin 1600 karyawan Bank Mandiri dari seluruh Indonesia melakukan unjuk rasa menuntut perbaikan kesejahteraan karyawan, dan menggugat arogansi manajemen serta menuntut pergantian Direksi Bank Mandiri. Hampir setahun sudah Viddi menjalani masa skorsing lewat beberapa tahapan. Akhirnya Majelis Hakim PHI yang diketuai Heru Pramono, beranggotakan Dudi Hidayat dan Juanda Pangaribuan, pada 22 Juli 2008 lalu memutuskan hubungan kerja (PHK) Mirisnu Viddiana. Dalam keputusan tersebut Viddi, sebagai Ketua SPBM dinilai bertanggung jawab atas aksi unjuk rasa SPBM pada hari Sabtu, 4 Agustus 2007. Pihak manajemen berdalih, aksi demonstrasi itu telah menjatuhkan citra dan nama baik perusahaan. Sanksi atas perbuatan itu berdasarkan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan Peraturan Disiplin Pegawai (PDP) adalah PHK.
Karena itulah majelis hakim mengamini dalil manajemen Bank Mandiri. Namun keputusan hakim tersebut disinyalir terdapat konspirasi antar manajemen Bank Mandiri dengan Hakim PHI. Untuk itu pada minggu lalu SPBM, OPSI dan PBHI menggelar konfrensi Pers di Jakarta Media Center (JMC) Gedung Dewan Pers, Kebon sirih Jakarta. Pada pertemuan itu mereka menilai majelis hakim telah melegalkan PHK akal-akalan manajemen Bank Mandiri, dan mengabaikan fakta-fakta hukum yang ada.
Menurut Totok Yulianto,SH dari PBHI, bila dilihat kepada Putusan PHI No.Perkara: 42/PHI.G/2008/PN.JKT.PST dalam Perkara Perselisihan Hubungan Industrial antara PT Bank Mandiri Persero (Tbk) dengan Mirisnu Viddiana, selaku tergugat yang diputuskan pada tanggal 22 Juli 2008, majelis hakim telah sangat mengabaikan fakta-fakta hukum yang disampaikan oleh tergugat, serta mengenyampingkan keterangan saksi ahli yang dengan tegas menyatakan tidak dibenarkannya dilakukan PHK oleh pihak PT Bank Mandiri.
Pada kesempatan Yulianto menjelaskan adanya kesalahan nama tergugat Mirisnu Viddiana dalam gugatan penggugat yakni Bank Mandiri yang dalam hukum beracara disebut sebagai error in persona . “Ini adalah sebuah kesalahan prinsip dan mendasar, namun oleh majelas hakim dikesampingkan dan hanya dinyatakan sebagai kesalahan ketik belaka,” jelas Yulianto. Kesalahan lain lainnya menurutnya ada dalam surat kuasa yang disebutkan dalam surat gugatan. Nyata-nyata surat kuasa yang disebutkan tersebut bukan untuk perkara aquo. Karena tanggal dan nomor antara surat kuasa penggugat dengan gugatan yang diterbitkan oleh penggugat sangat berbeda. “Namun lagi-lagi majelis hakim mengesampaikan fakta tersebut dengan alasan salah ketik sehingga eksepsi tergugat ditolak.” Selorohnya.
Dalam kesempatan tersebut Saepul Tavip dari OPSI mencurigai dan kuat menduga danya money politics antara majelas hakim dengan manajeman Bank Mandiri. “Untuk itu demi tegaknya wibawa lembaga peradialan, mereka mendesak kepada Komisi Yudisial untuk memeriksa, dan menindak dengan tegas para hakim yang mengadili perkara tersebut yang telah bertindak tidak obyektif, professional dan proporsional, serta mencederai hukum itu sendiri dengan melegalkan serta melakukan penyeludupan hukum secara sistemik.” Jelas Tavip.
Untuk itulah OPSI,SPBM dan PBHI menyatakan sikap dengan menyerukan kepada seluruh elemen gerakan serikat pekerja/buruh dan kalangan LSM untuk terus mengawasi prilaku hakim di pengadilan Hubungan Industrial di seluruh Indonesia, demi mencegah praktek kotor money politics yang masih sering terjadi di tengah wibawa hukum yang terus merosot dengan terbongkarnya berbagai skandal mafia peradialan.
Mereka juga mendesak kepada Polda Metro Jaya untuk segera sungguh-sungguh menindaklanjuti laporan pengaduan dari Mirisnu Viddiana tentang terindikasi kuatnya adanya tindak pidana kejahatan, yaitu pelanggaran terhadap UU No.21 tahun 2000 tentang Serikat Pekarja/Serikat Buruh, pasal 28 jo pasal 43 yang dilakukan oleh para pejabat Bank Mandiri.
Selain itu juga mendesak kepada Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi RI dan komisi IX DPR-RI untuk lebih memberikan perhatian dan perlindungan yang nyata terhadap para pekerja yang berserikat, yang tengah menjalankan fungsi dan kegiatan organisasi dari segala bentuk tekanan dan intimidasi yang dilakukan oleh kalangan pengusaha. “Karena hal tersebut nyata-nyata sebagai bentuk pelanggaran terhadap Konvensi ILO No.87 tentang freedom of association yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia,” jelas Tavif.
Atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta yang dinilai sangat janggal dan jauh dari rasa keadilan tersebut. Mirisnu Viddiana menyatakan menolak dan mengajukan upaya hukum kasasi ke Komisi Yudisial. Menurutnya manajeman Bank Mandiri lewat PHI mem-PHK dirinya dengan tawaran konpensasi lebih dari 1 Miliar, namun Viddi menolak uang tersebut, “Buat saya bukan soal uang, uang segitu bisa saja habis dalam waktu tertentu, tetapi saya lebih ingin mencari keadilan, yang tetap saya perjuangkan sampai saat ini,” tutur Viddi tegas.
Sementara itu Ketua Majelis Hakim Heru Pramono, ditempat terpisah mengaku tidak mau ambil pusing atas langkah Viddi. “Silakan saja kalau mereka melaporkan kami ke KY. Tapi menurut kami, seandainya mereka tidak puas dengan putusan kami, seharusnya mereka menempuh upaya hukum kasasi yang sudah diatur dalam undang-undang.” Selorohnya.
Heru menegaskan, majelis hakim sudah sesuai menerapkan hukum dalam perkara itu. dia membantah dirinya cenderung permisif atas kesalahan pengetikan nama Viddi dalam gugatan. “Kuasa hukum tergugat sudah menyampaikan keberatannya dalam eksepsi. Kami juga sudah mempertimbangkannya,” tuturnya.
Sementara itu Heru menyayangkan sikap kuasa hukum Viddi yang melaporkan ke kaus tersebut KY. “Kalau setiap pihak yang kalah mengadu ke KY, akan berapa banyak KY menangani aduan itu? Karena mau tidak mau, PHI akan memutuskan siapa yang menang, siapa yang kalah. Kecuali kalau ada perdamaian ya,” selorohnya. (M.TAUFIK RAKHMANTO)
30/08/2008 02:42
Sumber : www.tabloidparle.com
Buntut dari aksi demo Serikat Pegawai Bank Mandiri (SPBM) pada 4 Agustus 2007 lalu, berbuah PHK kepada Ketua Umum SPBM, Mirisnu Viddiana. Keputusan tersebut diputuskan oleh Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta. Namun keputusan itu dinilai cacat hukum karena hakim mengabaikan fakta-fakta hukum, untuk itulah Viddi didampingi Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) menggugat keputusan hakim dengan mengajukan kasasi ke Komisi Yudisial (KY).
Kemelut ditubuh Bank Mandiri antara SPBM pimpinan Mirisnu Viddiana dan manajemen Bank Mandiri masih terus bergulir hingga kini. Hampir satu tahun sudah polemik tersebut berjalan, sejak Viddi, panggilan Mirisnu Viddiana. Pada 4 Agustus 2006 lalu, memimpin 1600 karyawan Bank Mandiri dari seluruh Indonesia melakukan unjuk rasa menuntut perbaikan kesejahteraan karyawan, dan menggugat arogansi manajemen serta menuntut pergantian Direksi Bank Mandiri. Hampir setahun sudah Viddi menjalani masa skorsing lewat beberapa tahapan. Akhirnya Majelis Hakim PHI yang diketuai Heru Pramono, beranggotakan Dudi Hidayat dan Juanda Pangaribuan, pada 22 Juli 2008 lalu memutuskan hubungan kerja (PHK) Mirisnu Viddiana. Dalam keputusan tersebut Viddi, sebagai Ketua SPBM dinilai bertanggung jawab atas aksi unjuk rasa SPBM pada hari Sabtu, 4 Agustus 2007. Pihak manajemen berdalih, aksi demonstrasi itu telah menjatuhkan citra dan nama baik perusahaan. Sanksi atas perbuatan itu berdasarkan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan Peraturan Disiplin Pegawai (PDP) adalah PHK.
Karena itulah majelis hakim mengamini dalil manajemen Bank Mandiri. Namun keputusan hakim tersebut disinyalir terdapat konspirasi antar manajemen Bank Mandiri dengan Hakim PHI. Untuk itu pada minggu lalu SPBM, OPSI dan PBHI menggelar konfrensi Pers di Jakarta Media Center (JMC) Gedung Dewan Pers, Kebon sirih Jakarta. Pada pertemuan itu mereka menilai majelis hakim telah melegalkan PHK akal-akalan manajemen Bank Mandiri, dan mengabaikan fakta-fakta hukum yang ada.
Menurut Totok Yulianto,SH dari PBHI, bila dilihat kepada Putusan PHI No.Perkara: 42/PHI.G/2008/PN.JKT.PST dalam Perkara Perselisihan Hubungan Industrial antara PT Bank Mandiri Persero (Tbk) dengan Mirisnu Viddiana, selaku tergugat yang diputuskan pada tanggal 22 Juli 2008, majelis hakim telah sangat mengabaikan fakta-fakta hukum yang disampaikan oleh tergugat, serta mengenyampingkan keterangan saksi ahli yang dengan tegas menyatakan tidak dibenarkannya dilakukan PHK oleh pihak PT Bank Mandiri.
Pada kesempatan Yulianto menjelaskan adanya kesalahan nama tergugat Mirisnu Viddiana dalam gugatan penggugat yakni Bank Mandiri yang dalam hukum beracara disebut sebagai error in persona . “Ini adalah sebuah kesalahan prinsip dan mendasar, namun oleh majelas hakim dikesampingkan dan hanya dinyatakan sebagai kesalahan ketik belaka,” jelas Yulianto. Kesalahan lain lainnya menurutnya ada dalam surat kuasa yang disebutkan dalam surat gugatan. Nyata-nyata surat kuasa yang disebutkan tersebut bukan untuk perkara aquo. Karena tanggal dan nomor antara surat kuasa penggugat dengan gugatan yang diterbitkan oleh penggugat sangat berbeda. “Namun lagi-lagi majelis hakim mengesampaikan fakta tersebut dengan alasan salah ketik sehingga eksepsi tergugat ditolak.” Selorohnya.
Dalam kesempatan tersebut Saepul Tavip dari OPSI mencurigai dan kuat menduga danya money politics antara majelas hakim dengan manajeman Bank Mandiri. “Untuk itu demi tegaknya wibawa lembaga peradialan, mereka mendesak kepada Komisi Yudisial untuk memeriksa, dan menindak dengan tegas para hakim yang mengadili perkara tersebut yang telah bertindak tidak obyektif, professional dan proporsional, serta mencederai hukum itu sendiri dengan melegalkan serta melakukan penyeludupan hukum secara sistemik.” Jelas Tavip.
Untuk itulah OPSI,SPBM dan PBHI menyatakan sikap dengan menyerukan kepada seluruh elemen gerakan serikat pekerja/buruh dan kalangan LSM untuk terus mengawasi prilaku hakim di pengadilan Hubungan Industrial di seluruh Indonesia, demi mencegah praktek kotor money politics yang masih sering terjadi di tengah wibawa hukum yang terus merosot dengan terbongkarnya berbagai skandal mafia peradialan.
Mereka juga mendesak kepada Polda Metro Jaya untuk segera sungguh-sungguh menindaklanjuti laporan pengaduan dari Mirisnu Viddiana tentang terindikasi kuatnya adanya tindak pidana kejahatan, yaitu pelanggaran terhadap UU No.21 tahun 2000 tentang Serikat Pekarja/Serikat Buruh, pasal 28 jo pasal 43 yang dilakukan oleh para pejabat Bank Mandiri.
Selain itu juga mendesak kepada Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi RI dan komisi IX DPR-RI untuk lebih memberikan perhatian dan perlindungan yang nyata terhadap para pekerja yang berserikat, yang tengah menjalankan fungsi dan kegiatan organisasi dari segala bentuk tekanan dan intimidasi yang dilakukan oleh kalangan pengusaha. “Karena hal tersebut nyata-nyata sebagai bentuk pelanggaran terhadap Konvensi ILO No.87 tentang freedom of association yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia,” jelas Tavif.
Atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta yang dinilai sangat janggal dan jauh dari rasa keadilan tersebut. Mirisnu Viddiana menyatakan menolak dan mengajukan upaya hukum kasasi ke Komisi Yudisial. Menurutnya manajeman Bank Mandiri lewat PHI mem-PHK dirinya dengan tawaran konpensasi lebih dari 1 Miliar, namun Viddi menolak uang tersebut, “Buat saya bukan soal uang, uang segitu bisa saja habis dalam waktu tertentu, tetapi saya lebih ingin mencari keadilan, yang tetap saya perjuangkan sampai saat ini,” tutur Viddi tegas.
Sementara itu Ketua Majelis Hakim Heru Pramono, ditempat terpisah mengaku tidak mau ambil pusing atas langkah Viddi. “Silakan saja kalau mereka melaporkan kami ke KY. Tapi menurut kami, seandainya mereka tidak puas dengan putusan kami, seharusnya mereka menempuh upaya hukum kasasi yang sudah diatur dalam undang-undang.” Selorohnya.
Heru menegaskan, majelis hakim sudah sesuai menerapkan hukum dalam perkara itu. dia membantah dirinya cenderung permisif atas kesalahan pengetikan nama Viddi dalam gugatan. “Kuasa hukum tergugat sudah menyampaikan keberatannya dalam eksepsi. Kami juga sudah mempertimbangkannya,” tuturnya.
Sementara itu Heru menyayangkan sikap kuasa hukum Viddi yang melaporkan ke kaus tersebut KY. “Kalau setiap pihak yang kalah mengadu ke KY, akan berapa banyak KY menangani aduan itu? Karena mau tidak mau, PHI akan memutuskan siapa yang menang, siapa yang kalah. Kecuali kalau ada perdamaian ya,” selorohnya. (M.TAUFIK RAKHMANTO)
Dibalik Skandal PencalonanAgus Martowardojo Sebagai Gubernur BI Tersimpal Diel-Diel Money Politik Proses penggantian Gubernur BIsebenarnya hanyalah rutinitas sebagaimana yang diamanatkan UU No. 3 Tahun 2004tentang BI yang merupakan perubahan dari UU No. 23 Tahun 1999. Akan tetapi,perhelatan rutin bank sentral itu menjadi hangat dan kontrafersi denganpemunculan dua nama calon Gubernur BI yang diajukan pemerintah, yaitu Agus danPardede, karena mereka kurang mempunyai kompetensi yang memadai sebagai Gubernur BI, kurang ahli di sektor moneter dan ekonomi makro, kurang kridibel, dan tidakditerima pasar (raknyat/DPR), apalagi salah satu dari mereka (Agus) sedangmenjalani proses hukum di kepolisian, terkait masalah pelanggaran hukum. Munculnya dugaan, diajukannya nama Raden Pardede disengaja untuk memuluskan Agus Martowardojo kelak memimpin BI menggantikan Burhanuddin Abdullah, sehingga pencalonan dua nama tersebut dinilai tendensius, karena mengarah pada satu nama untuk diloloskan DPR. “Pengelolan moneter di bank sentral sangat berbeda secara umum dengan pengelolaan perbankan komersial”. Kondisiperekonomian saat ini membutuhkan ketenangan. Apalagi, untuk menghadapikemungkinan krisis ekonomi global sebagai dampak dari krisis di AmerikaSerikat. "Tapi dengan memasukkan unsur luar ke dalam, yang mungkin adapenolakan secara 'terang-terangan' dari dewan gubernur, tentu ini tidak akanmembuat kinerja dari dewan gubernur menjadi optimal. Sebelum Fit an Proper Test dilangsungkan tanggal 10& 11 Maret 2008, Sejumlah anggota Komisi XI DPR sudah mempunyai penilaian dankonsisten untuk menolak pencalonan Dirut Bank Mandiri, Agus Martowardojo, danWakil Dirut PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Raden Pardede, sebagai calonGubernur Bank Indonesia (BI) periode 2008-2013. Adapun dasar kuat penolakan,dua figur dari luar bank sentral yang diajukan Presiden Susilo BambangYudhoyono tersebut adalah seperti yang diuraikan diatas, yaitu kedua kandidatdinilai tidak memiliki cukup kredibilitas dan kapabilitas untuk memimpin BI. Pencalonan dan pemaksaan Agus atau Raden sebagaiGubernur BI menunjukkan ketidakpahaman pemerintah terhadap program dan masalahmoneter yang terjadi saat ini. Pengajuan dan pemaksaan dua nama tersebut jelassangat kentalnya intervensi pemerintah terhadap independensi BI. Hal tersebutlahyang membuat kalangan fraksi di DPR, khususnya komisi XI tidak gentar dan tidakhentinya menyuarakan penolakan kedua nama usulan pemerintah yang kontrafersialtsb. Disisi lain kedua kandidat tidak memahami seluk beluk kebijakan moneteryang menjadi tanggung jawab utama BI. Menyangkut figur Agus, meskipun dikatakan suksessebagai bankir, namun Agus belum bisa disebut berhasil dalam memimpin BankMandiri, terbukti sampai saat ini masih banyaknya persoalan internal di BankMandiri yang belum terselesaikan, seperti persoalan dengan SP Bank Mandirisendiri, transparasi, akuntabilitas perusahaan yang kontradiktif, penereapanGCG yang kurang baik dan benar, dan lain sebagainya. Sementara itu Raden,meskipun memahami moneter, namun masih minim pengalaman praktis dalam kebijakanmoneter. Agus memang sudah lama berkiprah di perbankankomersial, namun tidak terlalu bagus dalam kebijakan moneter. "Gubernur BIharus bisa menjaga stabilitas moneter dan memiliki jiwa kepemimpinan yang baikdan benar. Sementara Agus tidak tidak memiliki hal tersebut, terbukti ketika Agusmenghadapi Fit and Proper Test, Agus selalu membuat bingung dan melakukan kebohonganpublik terutama masalah internal yang terjadi di dalam Bank Mandiri. Atas hal tersebut Agus diberi nilaiminus (merah) dan dikategorikan tidak kridibel/trust, terkecuali penilaian olehparpol pendukung pemerintah. (sebenarnya inilah hal yang salah, karena bukansuara dari hati nurani). Sebenarnya figur internal, seperti Hartadi (Deputi GubernurBI Hartadi A Sarwono, Red) dan Miranda (Deputi Gubernur Senior BI Miranda Goeltom),dan figure external banyak yang lebih kridibel dari dua nama usulan pemerintahtersebut, diterima pasar, dan punya kriteria yang dikehendaki raknyat,".Akan tetapi kenapa pemerintah tetap memaksakan dan mengajukan dua namatersebut. Nah disinilah timbul pertanyaan besar, ada apa gerangan dengan pemasukan dan pemaksaan dua nama tersebut dicalonkan sebagai Gubernur BI? Sebelumnya, anggota dewan sudahmengisaratkan DPR akan menolak calon yang diajukan oleh Presiden tersebut,seperti yang disampaikan Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), MahfudzSiddiq, Ketua Fraksi Partai Golkar (FPG), Priyo Budi Santoso, Ketua FraksiPartai Amanat Nasional (FPAN), Zulkifli Hasan, dan Ketua Fraksi PDIP (Republika,18/02/2008). Hal tersebut sekarang terbukti, Agus Martowardojo tidak memenuhiekspektasi para anggota dewan, karena track record negatif nya sudah diketahui terlebih dahulu oleh anggota dewan, menurut Fadhil, Agus masih belum memiliki pengalaman yang memadai dalam pengelolaan moneter. Dibalik pemaksaan dan pencalonan Agus Martowardojosebagai gubernur BI, ternyata terungkap misteri diel-diel money politik untuk kesuksesanpemilu 2009 dengan dua parpol besar, dengan cara pe-mark up-an atau peningkatanbiaya iklan Bank Mandiri dan pengamanan kolektibilitas kredit corporasibeberapa perusahaan besar, milik pengusaha (media) ternama yang juga duduk sebagaipetinggi di parpol besar tersebut. Diel-diel money politik antara AM dan petinggiparpol tersebut adalah sebagai berikut, AM meminta dukungan, pengangkatan, dan penghembusanberita positif tentang dirinya dan kebijakan-kebijakan yang telah dilakukannyaselama masa kariernya, terutama di Bank Mandiri, di media masa, dan memintapem-back up-an apabila ada yang memberitakan miring/negatif tentang dirinya(walaupun terbukti kebijakan dan tindakan yang telah dilakukannya salah), baikitu di media cetak dan maupun media elektronik. Adapun kompensasi yang harusdikeluarkan dan diberikan Agus kepada petinggi parpol tersebut adalah sebagaiberikut Agus harus meningkatkan belanja iklan Bank Mandiri pada media milikpetinggi-petinggi parpol tersebut, dan memberi serta menyelamatkankolektibilitas kredit perusahaan milik petinggi parpol besar tersebut. Sungguh ironis sekali tindakan Agus, dikala karyawan Bank Mandiri menghendakipeningkatan kesejahteraan, karier, dan menyelamatkan nasib keluarga mereka,Agus Martowardojo menghambur hamburkan uang untuk kepentingan pribadi danobsesinya. Tidak selayak dan seharusnya Agus melakukan penyalahgunaanwewenangnya tsb, dengan menyetujui pengeluaran uang milik Raknyat Indonesia (BankMandiri) demi menjadi Gubernur BI. Alangkah naifnya sikap seperti ini. Oleh sebab itu, sudah benar, patas, syah, dan selayaknyapenolakan Agus sebagai calon Gubernur BI, yang merupakan titipan SBY dan JKtersebut. Untuk itu diminta dan dimohon kepada DPR, agar tetap konsisten menolak dua nama calon yang tidak lulus Fit & Proper Test tsb., dan mengamankan hasil keputusan yang telah dilaksanakan secara demokratis dalam pemilihan Gubernur BI tersebut, yang telah dilakukan dengan cara voting di komisi XI, serta tetap mendorong terciptanyaIndepedensi pada BI. Pernyataan JK yang menyebutkan calon Gubernur BI (Agus) 'OrangBaik' adalah salah besar dan tidak benar sama sekali, hal tersebut sekarangsudah teridentity dan terdeteksi. Untuk itudiminta kepada pemerintah jangan sodorkan dan paksakan ‘Orang cacatsifat dan hukum’ jadi Gubernur BI kembali. Karena tindakan tersebutsangat salah, kontradiktif, dan akan mengganggu ketenagan pasar. Oleh sebab ituPresiden harus mengusulkan nama barusebagai calon Gubernur BI. Sesuai ketentuan UU, calon yang diajukansebanyak-banyaknya tiga orang, APA JADINYA KALAU AGUS MARTOWARDOJO MEMIMPIN BANKSENTRAL (BANK INDONESIA), KERESAHAN DIMANA-MANA AKAN TERJADI (DEMOBESAR-BESARAN), INFLASI TIDAK TERKENDALI, KEBIJAKAN MONETER TIDAK MENENTU (BERPIHAKPADA PENGUASA/PENGUSAHA, TANPA MEMIKIRKAN RAKNYAT YANG SEDANG KESUSAHAN),OUTSORSING UNTUK PEGAWAI PERBANKAN AKAN TERJADI DIMANA-MANA, DAN BATAS USIAKERJA DI PERSEMPIT JADI 36 TAHUN, SERIKAT PEKERJA DI INTERVENSI (DIBUATBONEKA). SUNGGUH IRONIS KALAU PEMERINTAH MASIH MEMAKSAKAN DAN MENGEMUKAKAN SAUDARA AGUS MARTOWARDOJO (DIRUTBANK MANDIRI) SEBAGAI CALON GUBERNUR BI. KALAU INI TERJADI, ARTINYA PEMERINTAH/PRESIDENBENAR-2 MEMBACKUP/MEMBENARKAN KESALAHAN, KEJAHATAN YANG TERJADI, YANG DILAKUKANOLEH AGUS MARTOWARDOJO DI BANK MANDIR, TERMASUK PELANGGARAN TERHADAP PERATURANPER UNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DI INDONESIA. ATAS DASAR TERSEBUT DIATAS TENTU AKAN TIMBUL RASA KURANGSIMPATI DAN PERCAYA TERHADAP PEMERINTAH/PRESIDEN. PARTAI DEMOKRAT DAN PARTAI GOLKARTENTU JUGA AKAN MENERIMA DAMPAKNYA, BERKURANG/HILANG KEPERCAYAAN MASYARAKATAKAN PARTAI TERSEBUT, ARTINYA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI DEMOKRAT, PARTAI GOLKAR AKANDITINGGALKAN MASYARAKAT, DAN TIDAK AKAN MEMILIH KEMBALI BAPAK SUSILO BAMBANGYUDOYONO SERTA YUSUF KALA SEBAGAI CALON PRESIDEN 2009-2014. Jakarta, 17.03.2008 PENOLAKAN DUA NAMA CALON GUBERNUR BI (AGUS DAN PARDEDE) SUDAH TEPAT, BENAR, SYAH, TIDAK PERLU DIPERDEBATKAN DAN DIAJUKAN LAGI KAUKUS SOLIDARITY UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT DAN SERIKAT PEKERJA DENGAN INI : KAMI MENDUKUNG ANGGOTA DAN FRAKSI DI DPR KHUSUSNYA KOMISI XI, DAN UMUMNYA SELURUH ANGGOTA DPR UNTUK MENOLAK DAN MENGEMBALIKAN PENCALONAN 2 NAMA CALON GUBERNUR BI TERSEBUT ( DIRUT BANK MANDIRI SAUDARA AGUS MARTOWARDOJO & RADEN PARDEDE) SEBAGAI GUBERNUR BANK INDONESIA, KARENA TIDAK KRIDIBEL, TIDAK REPRESENTATIF. Dan untuk kasus SPBM, Dengan ini kami 1. MENGUTUK MANAJEMEN BANK MANDIRI ATAS TINDAKAN AROGANSI DAN KESEWENANG-WENANGAN KEPADA PEGAWAI, ANGGOTA, DAN PENGURUS SERIKAT PEGAWAI BANK MANDIRI ( SPBM ) YANG MEMPERJUANGKAN KESEJAHTERAAN KARYAWAN DAN HAK-HAK MEREKA 2. MENDESAK SELURUH KOMPONEN MASYARAKAT NASIONAL MAUPUN INTERNATIONAL UNTUK MEMBERIKAN SANKSI TEGAS KEPADA MANAJEMEN BANK MANDIRI TERUTAMA KEPADA SAUDARA AGUS MARTOWARDOJO. 3. MECABUT AWARD GOOD CORPORATE GOVERNMENT YG TELAH DIBERIKAN KEPADA DIREKSI BANK MANDIRI, DAN AWARD LAINNYA SEPANJANG KEPEMIMPINAN SAUDARA AGUS MARTOWARDOJO, BAIK YANG TELAH DIBERIKAN ATAUPUN YANG AKAN DIBERIKAN, AGAR HAL SERUPA TIDAK TERJADI DI BANK ATAU PERUSAHAAN LAINNYA DI KEMUDIAN HARI. DAN INI SEBAGAI PEMBELAJARAN BAGI MANAJEMEN BANK MANDIRI, BANK ATAU PERUSAHAAN LAINNYA, MENDESAK STOCKHOLDERS (PARA PEMEGANG SAHAM) UNTUK ; 1. MEMBERHENTIKAN DENGAN TIDAK HORMAT JAJARAN DIREKSI BANK MANDIRI TERKAIT, TERUTAMA DIRUT BANK MANDIRI SAUDARA AGUS MARTOWARDOJO, 2. SERTA MENGGANTI JAJARAN KOMISARIS BANK MANDIRI, KARENA TIDAK BISA MENJALANKAN FUNGSINYA SEBAGAI PENGAWAS TERHADAP TINDAK-TANDUK, AROGANSI, SERTA KESEWENANG-WENANGAN YANG TELAH DILAKUKAN OLEH JAJARAN DIREKSI BANK MANDIRI, BAIK TERHADAP PEGAWAI, ANGGOTA, DAN PENGURUS SPBM, SEHINGGA TIDAK TERJALINNYA HUBUNGAN INDUSTRIAL, HARMONISASI, KONDUSIFITAS DI DALAM BANK MANDIRI, SERTA MELINDUNGI KEJAHATAN PERBANKAN, BANYAK KASUS YANG TERJADI DI BANK MANDIRI YANG TIDAK TERSELESAIAN, SEPERTI : a. PENGGELAPAN DEPOSITO A.N. PT.TASPEN (PERSERO) +/- SEBESAR RP.150 MILYAR b. KASUS KKN SECURITY BRAVO, c. KASUS KREDIT SINDIKASI RGM d. KASUS KOLUSI MSOP (MANAJEMEN STOCK OPTION-SAHAM KHUSUS UTK MANAJEMEN) YANG PEMBERIANNYA TIDAK LAYAK DAN SEKARANG TIDAK TAU RIMBANYA PERYELESAIANNYA SERTA SISANYA, SEHARUSNYA INI DI PUBLIKASIKAN e. KASUS PT KSI YANG SEKARANG DITANGANI KEJAKSAAN RI, f. KASUS PENGADAAN ALAT TULIS KANTOR, DAN PERALATAN PERBANKAN, PERBAIKAN-2, SERTA RENOVASI KANTOR. g. KASUS PERUBAHAN LOGO BANK MANDIRI YANG KURANG TEPAT DAN BERTOLAK BELAKANG DENGAN EFISIENSI YANG DI LONTARKAN TETAPI MEMBUANG RATUSAN MILYAR RUPIAH UANG UNTUK HAL YANG BELUM PERLU INI, (BANYAK PERTANYAAN DISINI, SIAPA YANG MENANGANINYA DAN LAIN SEBAGAINYA) h. KASUS PENGADAAN KATERING, TERUTAMA KATERING YANG ADA DI JAJARAN DIREKSI DAN LAINNYA, i. KASUS AXA MANDIRI. j. REKAYASA KEUANGAN/NERACA BANK MANDIRI DARI TAHUN 2005 S.D. 2007 (TERMASUK PEREKAYASAAN/PENGELEMBUNGAN NPL OLEH SAUDARA AGUS MARTOWARDOJO DAN SEKARANG SEOLAH-OLAH DIA BERHASIL MENANGANINYA), PADAHAL KALAU DILIHAT DAN DIANALISA LAPORAN KEUANGAN PUBLIKASI PERBANKAN DIBANDINGKAN DARI TAHUN-TAHUN SEBELUMNYA KHUSUSNYA BANK BUMN, HAL TERSEBUT TIDAK ADA ISTIMEWANYA (TIDAK MENGEMBIRAKAN), MALAHAN YANG TERJADI COST EFISIENSI TERHADAP BIAYA KARYAWAN, BIAYA OPEARTIONAL (WALAUPUN TERJADI INFLASI DARI TAHUN KETAHUN), AKHIRNYA YANG TERJADI KESEJAHTERAAN KARYAWAN JADI KORBAN (GAJI KARYAWAN JAUH DI LEVEL BAWAH RATA-2 KARYAWAN PERBANKAN), PADAHAL INI SANGAT DIBUTUHKAN OLEH KARYAWAN UNTUK MENANGULANGI INFLASI SAAT INI, SUNGGUH IRONIS, SEHINGGA SEKARANG TERJADI DISMOTIVASI DIMANA-MANA, (RODI JAMAN BELANDA MUNCUL DI ZAMAN SEKARANG INI=IMPREALIS ALA AGUS MARTOWARDOJO), DISUATU SISI AGUS MARTOWARDOJO BESERTA KOLONIALNYA MENCARI/MERAUP KEUNTUNGAN YANG CUKUP BESAR DENGAN PEMBAGIAN MSOP BERBENTUK PIRAMIT TERBALIK, DAN MENDAPATKAN TANTIEM/INSENTIF YANG BERLIMPAH RUAH, DAN JUGA MENGAMBIL SPRIT LEBIH PADA PENGELEMBUNGAN BIAYA HUMAS,IKLAN, DAN LAIN-LAIN, SERTA MENDORONG DIREKSI, GROUP HEAD, KANWIL, DAN MANAJEMEN LAINNYA UNTUK MENDUKUNG DAN MENDONGKRAK NAMANYA BAIK DI INTERNAL BANK MANDIRI MAUPUN DI BEBERAPA MEDIA MASA, SEPERTI MEDIA REPUBLIKA, MEDIA INDONESIA, METROTV, MAJALAH GLOBE, SWA, ASIAWEEK, DLL. PADAHAL UANG YANG DIKELUARKANNYA ITU ADALAH UANG RAKNYAT UNTUK KEPENTINGAN PRIBADINYA. k. MELAKUKAN KEBOHONGAN PUBLIK DI BEBERAPA MEDIA MASA BAIK CETAK MAUPUN ELEKTRONIK TERHADAP KONDISI YANG TERJADI DI BANK MANDIRI, YANG SEBENARNYA ADA MASALAH BESAR AKAN TETAPI DIBERITAKAN TIDAKA MASALAH. DENGAN DIBAYARNYA BERLIMPAH MEDIA TERSEBUT, BERITA KEBOHONGAN PUBLIK ITU TERSEBAR KAPADA MASYARAKAT LUAS, BAIK MASALAH PERSELISIHAN DENGAN SERIKAT PEGAWAI BANK MANDIRI MAUPUN MENGENAI KESEJAHTERAAN KARYAWAN YANG TELAH DI REKAYASA. l. MELAKUKAN KEBOHONGAN INFORMASI KEPADA ANGGOTA DPR TERKAIT NO. f DIATAS, DAN BERUSAHA MENYOGOK ANGGOTA DEWAN, APARAT PENEGAK HUKUM, WARTAWAN, DISNAKERTRAN UNTUK MEMBUNGKAM PERSOALAN YANG TERJADI DI DALAM BANK MANDIRI, BAIK MELALUI KUASA HUKUM BANK MANDIRI, MAUPUN PIHAK KETIGA (AGAR KREDITNYA TIDAK DIPERSOALKAN/LANCAR). m. PEREKAYASAAN PEMBERIAN AWARD DARI MAJALAH ASIA MONEY SERTA PEREKAYASAAN PENILAIAN MARKETING RISEARCH INDONESIA (MRI), PEREKAYASAAN AWARD LAINNYA. BENAR-BENAR POLITIK MAFIA. n. PERMASALAHAN DAN PENJEBOLAN KARTU KREDIT, o. DAN BANYAK KASUS-KASUS LAINNYA YANG TERJADI. 3. MENGHIMBAU DAN MEMINTA KEPADA PRESIDEN, WAKIL PRESIDEN, BPK, KPK, BI, MENEG BUMN, DPR, DAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT INDEPENDENT TENTANG KKN/PERBANKAN, MEMERIKSA DAN MENELITI KKN YANG TERJADI DI BANK MANDIRI INI YANG TELAH MENGURITA SESEGERA MUNGKIN AGAR PERSOALAN INI TIDAK HILANG BEGITU SAJA NANTINYA. 4. MENSEJAHTERAKAN KARYAWAN BANK MANDIRI (BAIK DISISI GAJI MAUPUN PEMBAGIAN INSENTIF) 5. MEMBUKA PELUANG DAN MENINGKATKAN KARIER KARYAWAN BANK MANDIRI. UNTUK ITU APABILA LANGKAH PENOLAKAN DAN PENGANTIAN JAJARAN DIREKSI DAN KOMISARIS BANK MANDIRI DALAM RUPS LUAR BIASA TIDAK DILAKUKAN, KAMI MENDESAK DAN MENGHIMBAU SELURUH KOMPONEN MASYARAKAT NASIONAL MAUPUN INTERNASIONAL MEMBOIKOT TRANSAKSI DI BANK MANDIRI KARENA DI BANK MANDIRI BENAR-BENAR TELAH TERJADI KEJAHATAN, PELANGARAN HAM BERAT, DAN KONSPIRASI POLITIK TINGKAT TINGGI. . Termasuk juga penggantian kroni-kroni Agus Martowardojo yang sudah mendarah daging, yang disuap dengan MSOP dan insentif cukup besar selama ini. SAAT INI ADA : Ø 3 ORANG PEGAWAI, ANGGOTA, DAN PENGURUS SPBM YANG MASIH DIBEBAS TUGASKAN (TIDAK BOLEH MASUK KELINGKUNGAN BANK MANDIRI), TERMASUK KETUA UMUM DPP SPBM IBU MIRISNU VIDIANA. Ø 7 PEGAWAI, ANGGOTA, DAN PENGURUS SPBM YANG AKAN DI PHK OLEH MANAJEMEN BANK MANDIRI TERMASUK KETUA UMUM DPP SPBM IBU MIRISNU VIDIANA. Ø +/- 300 ORANG YANG DIBERIKAN SURAT SANKSI, DARI JENIS SANKSI RINGAN SAMPAI BERAT, DAN MALAHAN ADA YANG SAMPAI DAPAT 3 SANKSI UNTUK 1 ORANG PEGAWAI. Ø Saat ini hanya ada Satu Serikat Pegawai yang Syah di Bank Mandiri, yaitu DPP SPBM yang di Ketuai oleh Ibu Mirisnu Vidiana. Ø DPW, Ketua, Pengurus, Anggota yang masih setia menyatakan dan mendukung kepengurusan DPP SPBM Ibu Mirisnu Vidiana sebagai ketua DPP SPBM yang syah dari 10 DPW SPBM adalah sbb : 1. DPW Medan (Ketua Rudi,Pengurus, & Anggota), 2. DPW Palembang (Pengurus, & Anggota), 3. DPW Jakarta Kota (Ketua Eko Heri,Pengurus, & Anggota), 4. DPW Thamrin (Ketua Aryanto,Pengurus, & Anggota), 5. DPW Sudirman (Ketua Arif Fadilah,Pengurus, & Anggota), 6. DPW Bandung (Ketua Haryo,Pengurus, & Anggota), 7. DPW Jogya (Ketua Rahmad,Pengurus, & Anggota), 8. DPW Surabaya (Pengurus, & Anggota), 9. DPW Banjarmasin (Pengurus, & Anggota), 10. DPW Makasar (Ketua Burhan,Pengurus, & Anggota), KAMI HIMBAU JUGA KEPADA SELURUH KOMPONEN BANK MANDIRI TETAP SOLID DAN SELALU BERGANDENGAN TANGAN SATU SAMA LAINNYA DENGAN SPBM TEGAKKAN KEADILAN DAN KEBENARAN, DEMI MEMPERJUANGKAN TUJUAN BERSAMA PEGAWAI TETAP DORONG PERGANTIAN DIREKSI BANK MANDIRI DAN KRONI2NYA YANG SUDAH TIDAK MELAKSANAKAN GOOD CORPORATE GOVERNMENT SECARA BAIK DAN BENAR TERSEBUT SECEPATNYA. TEMAN-TEMAN BANK MANDIRI KALIAN TIDAK SENDIRIAN DILUAR DAN DIDALAM MASIH ADA KEPALA UNIT ANDA, ATASAN KEPALA UNIT ANDA, DAN ATASANNYA LAGI MENDUKUNG TEMAN2 SEMUA. JANGAN KAWATIR, BRAVO SPBM, JAYA BANK MANDIRI , SUKSES BUAT SEMUA. BRAVO IBU KETUA DPP SPBM MIRISNU VIDIANA ANDA MASIH TETAP KETUA SPBM BANK MANDIRI DAN MASIH SYAH SAMPAI SAAT INI Ttd KAUKUS SOLIDARITY UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT DAN SERIKAT PEKERJA
Jaksa Kasus Puteh Tetap Optimis Dapat Menangkan PerkaraKapanlagi.com -
Khaidir Ramli, SH, salah seorang anggota tim Jaksa Penuntut Umum dalam kasus tindak pidana korupsi pembelian helikopter MI-2 milik Pemerintah Propinsi Nanggroe Aceh Darusslam (NAD) dengan terdakwa Abdullah Puteh menyatakan tetap optimis dapat memenangkan perkara tersebut.
"Kami tetap yakin dapat mematahkan argumen dari tim penasehat hukum terdakwa," ujar Khaidir Ramli di sela-sela waktu istirahat sidang kasus tersebut, di Jakarta, Kamis (17/03).
Menurutnya semua argumen yang dilontarkan oleh tim Penasehat Hukum dalam pledoi yang disampaikan pada persidangan siang itu tidak ada hal yang baru dan semuanya bersifat umum.
"Coba saja ketika tadi dikatakan dalam pledoi mengapa helikopter MI-2 tidak disita sebagai barang bukti. Sebetulnya hal itu telah diatur dalam Undang-Undang nomor1/2004 tentang perbendaharaan negara dimana di situ dinyatakan bahwa barang bergerak maupun tidak bergerak milik negara tidak boleh disita," katanya.
Demikian pula, saat menanggapi pernyataan tim Penasehat Hukum bahwa jaksa dalam tuntutannya tidak mengindahkan keterangan saksi yang dihadirkan dalam persidangan, Khaidir justru mengatakan pihak penasehat hukum pun melakukan hal yang sama dengan tidak mengindahkan keterangan saksi, T. Johan Basar.
"Dalam pledoi tadi, saya tidak mendengar keterangan dari T. Johan Basar, yang katanya dikatakan sebagai supervisor tim pembelian helikopter tetapi mengatakan tidak pada kesaksiaannya," ujarnya.
Pada kesempatan tersebut, Penasehat Hukum menyatakan bahwa selain mempertanyakan alasan KPK tidak menyita helikopter padahal semua dokumen pembelian disita juga mempertanyakan alasan JPU mengesampingkan beberapa keterangan saksi di persidangan.
"Ahli, yang salah satunya Ryaas Rasid mengatakan bahwa bila DPRD telah menerima pertanggungjawaban gubernur maka semua telah selesai dan tidak ada lagi masalah," kata M. Assegaf saat membacakan pledoi.
Menanggapi pernyataan tersebut Khaidir Ramli menyatakan bahwa pihaknya hanya memasukkan hal-hal yang berhubungan dengan kasus saat membacakan dakwaan maupun tuntutan.
Lebih lanjut dia juga mengatakan bahwa jaksa sama sekali tidak pernah masuk ke bidang politis dan hanya memikirkan permasalahan yuridis.
Menurut JPU dalam persidangan sebelumnya, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan dakwaan primair pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 ayat 1 huruf a, huruf b, ayat 2, ayat 3 UU no 31/1999 jo UU no 20/2001 jo pasal 55 ayat 1 jo pasal 54 ayat 1 KUHP tentang melakukan perbuatan yang memperkaya diri sendiri.
Sidang Puteh akan dilanjutkan pada Senin (21/03) dengan agenda pembacaan replik atau tanggapan jaksa atas pledoi. (*/lpk)
Khaidir Ramli, SH, salah seorang anggota tim Jaksa Penuntut Umum dalam kasus tindak pidana korupsi pembelian helikopter MI-2 milik Pemerintah Propinsi Nanggroe Aceh Darusslam (NAD) dengan terdakwa Abdullah Puteh menyatakan tetap optimis dapat memenangkan perkara tersebut.
"Kami tetap yakin dapat mematahkan argumen dari tim penasehat hukum terdakwa," ujar Khaidir Ramli di sela-sela waktu istirahat sidang kasus tersebut, di Jakarta, Kamis (17/03).
Menurutnya semua argumen yang dilontarkan oleh tim Penasehat Hukum dalam pledoi yang disampaikan pada persidangan siang itu tidak ada hal yang baru dan semuanya bersifat umum.
"Coba saja ketika tadi dikatakan dalam pledoi mengapa helikopter MI-2 tidak disita sebagai barang bukti. Sebetulnya hal itu telah diatur dalam Undang-Undang nomor1/2004 tentang perbendaharaan negara dimana di situ dinyatakan bahwa barang bergerak maupun tidak bergerak milik negara tidak boleh disita," katanya.
Demikian pula, saat menanggapi pernyataan tim Penasehat Hukum bahwa jaksa dalam tuntutannya tidak mengindahkan keterangan saksi yang dihadirkan dalam persidangan, Khaidir justru mengatakan pihak penasehat hukum pun melakukan hal yang sama dengan tidak mengindahkan keterangan saksi, T. Johan Basar.
"Dalam pledoi tadi, saya tidak mendengar keterangan dari T. Johan Basar, yang katanya dikatakan sebagai supervisor tim pembelian helikopter tetapi mengatakan tidak pada kesaksiaannya," ujarnya.
Pada kesempatan tersebut, Penasehat Hukum menyatakan bahwa selain mempertanyakan alasan KPK tidak menyita helikopter padahal semua dokumen pembelian disita juga mempertanyakan alasan JPU mengesampingkan beberapa keterangan saksi di persidangan.
"Ahli, yang salah satunya Ryaas Rasid mengatakan bahwa bila DPRD telah menerima pertanggungjawaban gubernur maka semua telah selesai dan tidak ada lagi masalah," kata M. Assegaf saat membacakan pledoi.
Menanggapi pernyataan tersebut Khaidir Ramli menyatakan bahwa pihaknya hanya memasukkan hal-hal yang berhubungan dengan kasus saat membacakan dakwaan maupun tuntutan.
Lebih lanjut dia juga mengatakan bahwa jaksa sama sekali tidak pernah masuk ke bidang politis dan hanya memikirkan permasalahan yuridis.
Menurut JPU dalam persidangan sebelumnya, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan dakwaan primair pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 ayat 1 huruf a, huruf b, ayat 2, ayat 3 UU no 31/1999 jo UU no 20/2001 jo pasal 55 ayat 1 jo pasal 54 ayat 1 KUHP tentang melakukan perbuatan yang memperkaya diri sendiri.
Sidang Puteh akan dilanjutkan pada Senin (21/03) dengan agenda pembacaan replik atau tanggapan jaksa atas pledoi. (*/lpk)
Antasari Azhar Menyoal Ketakutan Korupsi di Perbankan
Tanggal:
04 Nov 2008
Sumber:
infobanknews.com
InfoBankNews.com - Jakarta, SAAT InfoBank menginjakkan kaki di halaman Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Jalan H.R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, kami melihat banyak polisi berjaga-jaga di kantor KPK tersebut. Seketika beragam pertanyaan pun muncul di benak kami. Jangan-jangan, kantor KPK didemo massa, sehingga harus dijaga polisi. Tapi, kalaupun KPK didemo, demo yang dilancarkan para pendemo kepada KPK kebanyakan berupa dukungan agar institusi tersebut tak berhenti mengusut kasus korupsi.Di bawah kepemimpinan Antasari Azhar, KPK memang makin ditakuti para pejabat di negeri ini. Para pejabat di lembaga-lembaga negara, seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Bank Indonesia (BI), bahkan pejabat di daerah, yang disinyalir terlibat korupsi, kini, dengan mudahnya ditangkap KPK. Padahal, dulu, mereka itu sangat sulit dijaring KPK. Moga hal ini akan memberikan shock teraphy bagi pejabat yang lain untuk tidak melakukan korupsi.Terkait maraknya pemberitaan bahwa ada kasus korupsi di tubuh BI, Antasari mengatakan, dibutuhkan waktu dua tahun lebih untuk memastikan bahwa pejabat BI benar-benar melakukan korupsi. Nah, sehubungan dengan itu, kira-kira ke mana arah pemberantasan korupsi di sektor perbankan yang dilakukan KPK? Apa pendapat Ketua KPK mengenai penangkapan Burhanuddin Abdullah yang terkesan “tebang pilih” itu? Apakah KPK juga siap menyelesaikan kasus BLBI? Bagaimana KPK melihat korupsi di perbankan?Berikut hasil wawancara Eko B. Supriyanto, Dwi Setiawati, Kristopo, serta Zaenal Abdurrani (fotografer) dari InfoBank dengan Ketua KPK, Antasari Azhar, di ruang kerjanya, di Jakarta, belum lama ini. Petikannya: Arah pemberantasan korupsi dari KPK di sektor perbankan ini sebenarnya ke mana? Sebab, selama ini, yang ditakuti kalangan perbankan adalah soal kredit macet.Sebetulnya begini. Saya sampaikan juga bahwa saya tidak gelisah dan ketakutan. Karena, setiap ada perubahan dalam kondisi transisi, pasti ada hal yang dikorbankan. Mungkin, sementara ini, dalam kehidupan adalah korban perasaan atau ketakutan. Kenapa takut? Sebagai ilustrasi, misalnya setiap hari seseorang di rumahnya duduk di atas meja, bukan di atas kursi. Ini berlangsung lama. Kemudian, kita datang dan memberi tahu. Mas, secara etika ketimuran, itu tidak baik. Yang baik, duduk di atas kursi. Orang tersebut duduk di atas kursi, tapi duduknya kaku karena tidak terbiasa. Kursi ‘kan lebih rendah daripada meja. Ini sebenarnya kami tafsirkan takut. Memang, ada yang kita korbankan, yaitu perasaan. Tetapi, lama-lama ‘kan biasa. Memang, ketakutan itu akan memunculkan sikap yang baik, yaitu kepatuhan. Kepatuhan yang dibutuhkan Indonesia ke depan, entah 5, 10, atau 15 tahun lagi, yaitu jika kepatuhan telah tumbuh di seluruh lapisan masyarakat, apakah di kalangan perbankan, birokrat, dan lain-lain, maka dengan mudah kita memunculkan regulasi. Regulasi yang kita munculkan paling perbaikan saja. Kalau kesopanan, arahnya ke sana. Tetapi, kita tidak lagi mengatur cara duduk seseorang. Atau, ini hanya sebuah shok therapy?Memang, ada bagian shok therapy, bagian dari efek saat kami menindak kasus dan seterusnya. Jadi, bermacam-macamlah. Memang, bermacam-macam dalam penegakan hukum ini. Karena, dalam beberapa kesempatan yang baik, kami sampaikan bahwa KPK jangan diberi stempel hanya menangkap, menghukum, dan menahan orang. Pandangan KPK terhadap kredit macet di bank BUMN seperti apa? Begini kalau kami melihat kredit macet. Pengalaman saya selama 26 tahun sebagai penegak hukum, yaitu ada dua. Dulu, tahun 1992-1993, saya pernah bikin istilah sendiri saat saya tengah asyik membongkar kredit macet di perbankan. Saat saya masih tugas di Lampung. Akhirnya, saya berpikir dan membuat istilah. Ada kredit macet murni dan kredit macet tidak murni. Itu istilah saya dulu supaya saya mudah mendiagnosisnya.Apa yang dimaksud dengan kredit macet murni? Jadi, kredit macet harus dibedakan dong?Kredit macet murni adalah memang macet karena persoalan ekonomi dan post majeur, tidak dapat mengembalikan kredit dari bank. Misalnya, si A memiliki bisnis angkutan kota (angkot). Lalu, pinjam uang di bank. Agunan, proposal, dan syarat-syarat lengkap. Kemudian, terjadi negosiasi, studi kelayakan, dan lain-lain. Lalu, si A diberikan kredit. Ternyata, persaingan angkot tinggi. Si A tidak dapat mengembalikan kredit secara tepat waktu. Hal ini merupakan macet murni. Sementara itu, di sisi lain, juga pemberian kredit. Tetapi, sejak awal, mulai dari permohonan kredit sampai agunannya sudah dimanipulasi. Kemudian, kredit cair, lalu macet. Ini tidak murni. Ini korupsi. Pada kasus pertama merupakan perdata, sedangkan kasus kedua merupakan pidana. Pada kasus pertama, pihak bank dapat menggugat pengusaha angkot dengan hukum perdata. Bank menilai wajar saja tidak dapat mengembalikan kredit karena usahanya macet.Yang membuat ketakutan kalangan perbankan begini: perbankan memberikan kredit, lalu terjadi krisis ekonomi. Akibat krisis ekonomi tersebut, terjadilah kredit macet?Oh, iya. Tapi, pada awal permintaan kredit semuanya wajar ‘kan. Kalau wajar, tidak ada masalah. Perdata itu. Kejaksaan Agung menganggap bahwa satu rupiah pun kalau macet dan merugikan negara akan kena pasal kerugian negara selama pasal tersebut belum dicabut?Nanti dulu. Korupsi itu ada empat unsur jika kita bicara kerugian negara. Satu, barang siapa. Dua, perkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu badan. Tiga, dengan cara melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan. Empat, berakibat kerugian negara. Ini kumulasi. Bukan parsial. Jangan dilihat unsur terakhir saja.Seperti pengusaha angkot tadi. Pinjam kredit ada agunannya. Di mana melawan hukumnya. Katakan pengusaha angkot tadi menjadi kaya karena mendapat kredit. Ya. Melawan hukum? Di mana melawan hukumnya. Ada agunannya, ada permohonan kreditnya, sudah dilakukan studi, dan lain-lain. Dari sisi perbankan juga memenuhi 5C (character, capacity, capital, collateral, dan conditions). Memang, nasabah tadi tidak bisa mengembalikan kredit karena usahanya tidak jalan, sehingga mungkin menjadi kerugian negara. Tetapi, dari empat unsur tadi, tidak ada satu unsur yang masuk. Tidak dapat dikatakan korupsi. Tapi, mereka tidak dapat mengembalikan kredit?Pengusaha angkot tidak dapat mengembalikan kredit dari bank karena sistem perekonomian. Bukan karena pengusaha angkot tersebut. Sawah, misalnya, kena Super Toy, sehingga tidak bisa mengembalikan kredit. Itu bukan salah nasabahnya. Tetapi, kalau dari awal dimanipulasi, agunan nasabah fiktif, dan tidak melakukan pengecekan agunan, maka masuk dalam korupsi.Di kalangan perbankan, banyak bankir mendapat surat kaleng. Surat kaleng tersebut dikirim ke polisi dan kejaksaan. Ini menjadi masalah. Belum apa-apa sudah dipanggil. Kredit belum cair pun sudah dipanggil. Bagaimana ini?Kami beda penanganan karena kami sedikit kehati-hatian. Kami tidak boleh mementingkan penyidikan. Karena, kami ektrahati-hati, mulai dari penyidikan sampai ke bawah. Itu berapa tahapan kami lakukan. Berarti kalau terkena KPK, pasti terkena kasus korupsi?Pasti. Kalau penyidik ya. Kalau penyidikan, kami yakin sudah lengkap. Kenapa begitu? Karena fifty-fifty saja saya tidak mau. Ada staf kami lapor. Kami tanya mana buktinya. Staf saya katakan masih fifty-fifty. Kami katakan tidak.Sekarang soal BPD yang menyangkut hubungan pemilik, yaitu pemda dan BPD. Setiap pemerintah daerah menyimpan uangnya di BPD. Saat ini jika ada premium rate selalu jadi masalah. Logikanya, kalau pegawai negeri ‘kan tidak boleh. Tapi, kalau uang pemda ditaruh di bank asing atau bank swasta, berarti bank swasta dapat memberi premium rate yang bisa melemahkan BPD untuk bersaing? Bagaimana pendapat Anda?Jadi, sebetulnya, kami yang memulai mengangkat persoalan ini. Karena, kami mulai menemukan indikasi. Tetapi, setelah kami telusuri, kok hampir semua kabupaten seperti itu. Sekarang, masalahnya adalah kita kembali kepada pendekatan hukum. Hukum kembali tujuannya apa sih. Untuk ketertiban dan ketenteraman? Kalau kemudian penegakan hukum tidak tertib, ini ‘kan tidak tercapai penegakan hukum itu. Jadi, kalau saya usut ini apakah tidak berhenti para pejabat kita. Karena, banyak yang bermasalah. Apakah itu yang kita inginkan. Kami lihat masalahnya. Oh, ini tidak ada. Ini hanya penempatan. Masih bisa kita bina. Masih bisa kita cegah di kemudian hari. Tetapi, kita tata. Hai Pak, kembalikan, kembalikan! Lalu?Persoalannya ada dua. Pertama, penempatan APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah) di bank daerah. Ditawari premium rate, lalu pejabat daerah tertarik menempatkan dana di bank daerah. Karena ditempatkan di bank daerah dan sudah biasa terjadi di kalangan perbankan, Anda lebih tahu, bahkan terjadi “terima kasih” atau apa itu. Sudah biasalah diperbankan. Sampai di situ sih no problem.Tetapi, persoalannya adalah persoalan hukum yang akan timbul adalah siapa yang menerima premium rate. Kalau yang menerima premium rate adalah pejabat publiknya, dia akan bertemu dengan KPK. Tetapi, kalau yang menerima adalah pejabat daerah kemudian pejabat tersebut tidak memasukkannya ke rekening pribadinya melainkan memasukkannya ke kas daerah untuk menambah kekayaan daerah, reward akan kami berikan kepada pejabat tersebut. Sejauh ini bagaimana pemahaman bankir di BPD?‘Kan sudah saya kumpulkan seluruhnya. Sudah saya beri pemahaman. Hal-hal ini sudah saya berikan semacam rambu-rambu. Jadi, harus dibenahilah. Karena, kita tahu, perbankan adalah lembaga peredaran publik. Kegiatan ekonomi akan terlihat dari peran perbankan. Benahi! Kalau sudah terima, kembalikan. Pindahkan dari rekening pejabat daerah ke rekening kas daerah. Tinggal begitu saja. Selesai. Bagaimana dengan kasus Agus Condro yang kemudian ditemukan 400 cek perjalanan. Apakah masih fifty-fifty?Itu bukan fifty-fifty lagi. Masih di bawah fifty-fifty karena baru Agus Condro yang bicara. Memang, kami sudah dapat dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Tapi, dapatnya ‘kan baru fakta bahwa memang ada travel cheque dicairkan. Orang mencairkan cheque ‘kan bukan pidana. Jadi, dianggap pidana apabila transaksi itu melakukan kejahatan. Apa yang dimaksud kejahatan masuk dalam unsur yang saya sebutkan di atas tadi. Kalau yang di atas tadi ‘kan kerugian negara. (Kasus) Agus Condro ‘kan tidak ada kerugian negara. Tetapi, harus masuk unsur pegawai negeri atau pejabat negara menerima hadiah atau janji untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Mari kita ukur. Dapat hadiah? Ya, dapat hadiah. Terus, untuk berbuat dan tidak berbuat sesuatu? Itu saja belum tahu. Kalau mencairkan saja, normal. Namun, kabar yang complitable adalah Miranda Goeltom. Bagaimana hubungan antara Miranda dengan Agus Condro? Harus kami cari itu. Jadi, jangan sampai salah tangkap. Menurut Antasari Azhar kepada wartawan (empat hari setelah wawancara dengan InfoBank), KPK telah memastikan meningkatkan status kasus penemuan 400 cek perjalanan ke tahap berikutnya. ”Kami sudah meningkatkan menjadi penyelidikan sejak empat hari lalu,” kata Antasari Azhar. Dengan meningkatkan status pengusutan tersebut, Antasari berjanji akan segera mungkin menyelidiki segala hal mengenai pemberi, penerima, dan motif pemberian cek tersebut. ”Dengan penyelidikan, kami akan tahu apakah ada indikasi tindak pidana korupsi atau tidak. Jika ada, maka kami akan melanjutkan penyidikan,” kata Antasari Azhar.Pengusutan KPK ini boleh jadi akan menelusuri 41 anggota DPR anggota Komisi IX DPR RI periode 1999-2004. Mereka inilah yang diduga menerima cek perjalanan saat pemilihan Miranda S. Goeltom sebagai seputi senior BI pada 2004 lalu.Penangkapan Burhanuddin Abdullah oleh KPK merupakan kebijakan kolektif. Ada deputi gubernur BI dan unsur-unsur seperti itu. Jadi, bukan tanggung jawab mutlak Burhanuddin. Apa pendapat Anda? Sama. Kami sependapat dengan itu. Publik banyak bertanya. Tapi, mengapa yang menjadi tersangka hanya Burhanuddin Abdullah?Siapa bilang. Jadi, kalau melihat suatu perkara jangan melihat dengan mata hati Maksud Anda?Memang, saya katakan kemarin di DPR, tidak banyak kalimat saya katakan bahwa tolong dicatat kami masih bekerja. Dan, kami belum berhenti dengan pekerjaan itu. Kami kira itu sudah jelas. Karena, seorang penegak hukum tidak boleh seperti janji kampanye. Tidak boleh berjanji dan tidak boleh menyampaikan target. Itu bahaya. Karena, menyangkut hak asasi orang.Jadi, tinggal menunggu waktu?Ada sebagian orang bilang seperti itu. Tapi, bukan kami. Bagaimana kalau ada anggapan bahwa kebijakan kok jadi kriminal?Sebelum saya mengangkat perkara ini atau tidak lama saya angkat perkara ini, saya pernah berdebat dengan seorang pakar di Indonesia mengenai kebijakan. Dia katakan, Pak Antasari kalau Anda mengusut kebijakan seperti itu, maka orang tidak berani lagi membuat kebijakan di Indonesia. Saya katakan pada dia. Apakah saya salah? Atau, Bapak yang keliru? “Kenapa Pak Antasari?” kata dia. Kami bicara dari kacamata hukum. Kalau kebijakan yang berpihak pada kepentingan umum tidak masalah. Discrazy ada. Di hukum pun ada. Seperti wadahnya yurisprudensi. Hilang sifat melawan hukum jika kepentingan umum terlayani. Itu discrazy. Ada. Boleh ‘kan. Tetapi, kalau kebijakan untuk orang per orang bagaimana?Dalam pemberantasan korupsi di BI, KPK terkesan “tebang pilih”. Hanya beberapa pejabat BI yang ditahan, tidak melibatkan anggota DPR yang diduga ikut menikmati uang. Yang lain masih bebas berkeliaran di luar tahanan? Itulah yang kami katakan bahwa banyak yang kami tahu, banyak yang kami kerjakan. Tetapi, tidak semua yang kami tahu dan tidak semua yang kami kerjakan, kami bisa di-clear. Pertama, terkait dengan standar profesi dan etika profesi. Kedua, apa yang dilakukan KPK tentunya kami ingin berhasil. Karena itu, kami memiliki strategi. Yang nampak di masyarakat hanya tebang pilih dari keluarga presiden. Saat ini bilang tebang pilih karena memiliki kepentingan. Padahal, kami memiliki strategi untuk berhasil. Nanti, begitu selesai semua kasus BI, yang mengatakan tebang pilih berbalik. Saat ditanya hasilnya tidak tebang pilih, dia berkata, saya ‘kan mengatakan tebang pilihnya dulu. Padahal, itu sudah telanjur dikatakan dia. Jadi, wajar saja penilaian publik seperti itu. Kami bisa meresponsnya dengan baik. Tetapi, kami memiliki arah seperti itu.Anda belum akan berhenti sampai sini?Di depan DPR, kami katakan bahwa kami belum berhenti. Kami masih bekerja. Tolong dicermati. Ketika kami mengatakan bahwa kami berhenti, silakan gugat kami kalau kami melakukan tebang pilih.Ada yang menginginkan KPK mengusut kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI)? Kami juga telah menyampaikan (masalah tersebut) ke DPR bahwa kasus BLBI masih ditangani Kejaksaan Agung. Itu pondasi penjelasan kami. Sekarang, posisinya ada di mana? Posisinya pada saat itu di Kejaksaan Agung. Posisinya surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Kemudian, ada pihak resend mengajukan praperadilan. Kejaksaan kalah. Pada saat itu, kejaksaan harusnya sudah dapat membuka kembali kasusnya. Meluruskan. Tetapi, kejaksaan mengambil sikap banding. Banding berarti posisinya saat ini ada di pengadilan tinggi.Kalau nanti di pengadilan tinggi putusannya, katakanlah bahwa SP3 yang dikeluarkan Kejaksaan Agung itu sah, berarti semua pihak demi kepastian hukum harus menghormati itu. Karena, yang mengeluarkan keputusan adalah lembaga peradilan. Kita, jadilah bangsa yang menghormati sistem yang kita buat sendiri. Tetapi, jika nanti SP3 ini dikatakan oleh pengadilan tinggi kalah, sama dengan keputusan pengadilan negeri, maka kejaksaan demi hukum harus melanjutkan perkara BLBI itu.Posisi KPK di mana?Di mana posisi KPK? Di situ KPK baru masuk sebagai supervisi. Hai kejaksaan, putusannya seperti itu! Teruskan! Kalau nanti kejaksaan berdalih, inilah, itulah, dan segala macam, kita adakan gelar bersama. Setelah gelar bersama masih inilah, itulah, dan segala macam, baru KPK mengambil alih. Jadi, ada prosedurnya. Pengambilalihan oleh KPK ini bukan merampas. Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III (DPR), awal September lalu, Jaksa Agung, Hendarman Supandji, mempersilakan KPK memgambil alih penyelidikan dan penyidikan kasus BLBI, terutama dengan obligor, Sjamsul Nursalim dan Anthony Salim. Hedarman menegaskan, penghentian penyelidikan kasus itu berdasarkan kesimpulan tim yang terdiri dari 35 jaksa, termasuk Urip Tri Gunawan. Dalam (perkara) tersebut, anggota Komisi III, Nadrah Izahari, mengatakan, penghentian penyelidikan kasus itu sangat kental rekayasa. Praktik suap yang menimpa Jaksa Urip diyakini tidak sendirian, tetapi melibatkan sejumlah pihak.Antasari Azhar punya filosofi hidup bahwa dia akan merasa senang jika dapat membahagiakan orang lain. Banyak teman, saudara, bahkan bawahannya datang kepadanya dan menceritakan masalah yang mereka hadapi. Pria berkumis ini pun membantunya memberikan solusi, bukan memberikan uang. Dia mengaku akan merasa senang bila solusi yang dia berikan itu dijalankan dan orang yang punya masalah itu terbebas dari masalahnya.Filosofi hidup seperti itu didapat saat dirinya masih kecil. Saat kanak-kanak, ibunya menerapkan sikap disiplin yang kuat kepada Antasari. Sang ibu pernah berkata, jika ingin mendapatkan uang, harus berkeringat. Karena itu, setiap Sabtu dan Minggu ibunya selalu memberikan es mambo kepada Antasari untuk dijual. Dia pun berjualan es mambo keliling kampung. Uang hasil penjualan es, dia berikan kepada sang ibu. Dari hasil penjualan es itu, ibunya memberikan upah 50 sen kepada Antasari sebagai uang jajan. Lima puluh sen lagi ditabung ibunya di tabungan Antasari. Selain kepada Antasari, ibunya juga menyuruh anak-anak kampung, teman main Antasari, untuk menjual es mambo bikinan ibunya. “Nah, saat anak-anak tersebut menerima upah dari ibu saya, wajah anak-anak tersebut bersinar-sinar. Dari situ timbul filosofi hidup saya bahwa saya akan merasa senang jika dapat membahagiakan orang lain,” katanya.Antasari Azhar dilahirkan di Pangkal Pinang, Bangka, 18 Maret 1953. Ayah dua anak ini semula bercita-cita ingin menjadi diplomat. Alasannya agar bisa bepergian ke luar negeri. “Karena ayah saya pegawai negeri, jadi kapan saya ke luar negeri. Simple saja,” kata mantan Direktur Jaksa Agung Muda (JAM) Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung periode 2006-2007. Pendidikan formal pria berkacamata ini dimulai dari Sekolah Dasar (SD) Negeri I Belitung (1965). Kemudian, dilanjutkan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri IX Jakarta (1968) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) VII Jakarta (1971). Lulus SMA, pria yang suka bermain golf ini meneruskan pendidikan di Fakultas Hukum (FH) Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang, Sumatra Selatan, dan lulus pada 1981. Tak puas dengan pendidikan strata satu (S1), mantan Ketua Senat FH Unsri ini lantas meneruskan pendidikan S2 program magister hukum di STIH IBLAM dan lulus pada 2000.Selain menempuh pendidikan formal, anak keempat dari 15 bersaudara ini juga mengikuti beberapa pendidikan nonformal. Dia pernah mengikuti pendidikan commercial law di New South Wales University Sidney (1991) dan investigation for environment law di EPA, Melbourne (2000). Dia juga pernah mengikuti pendidikan spesialis subversi, spesialis korupsi, spesialis lingkungan hidup, keamanan negara, dan wira intelijen.
Tanggal:
04 Nov 2008
Sumber:
infobanknews.com
InfoBankNews.com - Jakarta, SAAT InfoBank menginjakkan kaki di halaman Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Jalan H.R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, kami melihat banyak polisi berjaga-jaga di kantor KPK tersebut. Seketika beragam pertanyaan pun muncul di benak kami. Jangan-jangan, kantor KPK didemo massa, sehingga harus dijaga polisi. Tapi, kalaupun KPK didemo, demo yang dilancarkan para pendemo kepada KPK kebanyakan berupa dukungan agar institusi tersebut tak berhenti mengusut kasus korupsi.Di bawah kepemimpinan Antasari Azhar, KPK memang makin ditakuti para pejabat di negeri ini. Para pejabat di lembaga-lembaga negara, seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Bank Indonesia (BI), bahkan pejabat di daerah, yang disinyalir terlibat korupsi, kini, dengan mudahnya ditangkap KPK. Padahal, dulu, mereka itu sangat sulit dijaring KPK. Moga hal ini akan memberikan shock teraphy bagi pejabat yang lain untuk tidak melakukan korupsi.Terkait maraknya pemberitaan bahwa ada kasus korupsi di tubuh BI, Antasari mengatakan, dibutuhkan waktu dua tahun lebih untuk memastikan bahwa pejabat BI benar-benar melakukan korupsi. Nah, sehubungan dengan itu, kira-kira ke mana arah pemberantasan korupsi di sektor perbankan yang dilakukan KPK? Apa pendapat Ketua KPK mengenai penangkapan Burhanuddin Abdullah yang terkesan “tebang pilih” itu? Apakah KPK juga siap menyelesaikan kasus BLBI? Bagaimana KPK melihat korupsi di perbankan?Berikut hasil wawancara Eko B. Supriyanto, Dwi Setiawati, Kristopo, serta Zaenal Abdurrani (fotografer) dari InfoBank dengan Ketua KPK, Antasari Azhar, di ruang kerjanya, di Jakarta, belum lama ini. Petikannya: Arah pemberantasan korupsi dari KPK di sektor perbankan ini sebenarnya ke mana? Sebab, selama ini, yang ditakuti kalangan perbankan adalah soal kredit macet.Sebetulnya begini. Saya sampaikan juga bahwa saya tidak gelisah dan ketakutan. Karena, setiap ada perubahan dalam kondisi transisi, pasti ada hal yang dikorbankan. Mungkin, sementara ini, dalam kehidupan adalah korban perasaan atau ketakutan. Kenapa takut? Sebagai ilustrasi, misalnya setiap hari seseorang di rumahnya duduk di atas meja, bukan di atas kursi. Ini berlangsung lama. Kemudian, kita datang dan memberi tahu. Mas, secara etika ketimuran, itu tidak baik. Yang baik, duduk di atas kursi. Orang tersebut duduk di atas kursi, tapi duduknya kaku karena tidak terbiasa. Kursi ‘kan lebih rendah daripada meja. Ini sebenarnya kami tafsirkan takut. Memang, ada yang kita korbankan, yaitu perasaan. Tetapi, lama-lama ‘kan biasa. Memang, ketakutan itu akan memunculkan sikap yang baik, yaitu kepatuhan. Kepatuhan yang dibutuhkan Indonesia ke depan, entah 5, 10, atau 15 tahun lagi, yaitu jika kepatuhan telah tumbuh di seluruh lapisan masyarakat, apakah di kalangan perbankan, birokrat, dan lain-lain, maka dengan mudah kita memunculkan regulasi. Regulasi yang kita munculkan paling perbaikan saja. Kalau kesopanan, arahnya ke sana. Tetapi, kita tidak lagi mengatur cara duduk seseorang. Atau, ini hanya sebuah shok therapy?Memang, ada bagian shok therapy, bagian dari efek saat kami menindak kasus dan seterusnya. Jadi, bermacam-macamlah. Memang, bermacam-macam dalam penegakan hukum ini. Karena, dalam beberapa kesempatan yang baik, kami sampaikan bahwa KPK jangan diberi stempel hanya menangkap, menghukum, dan menahan orang. Pandangan KPK terhadap kredit macet di bank BUMN seperti apa? Begini kalau kami melihat kredit macet. Pengalaman saya selama 26 tahun sebagai penegak hukum, yaitu ada dua. Dulu, tahun 1992-1993, saya pernah bikin istilah sendiri saat saya tengah asyik membongkar kredit macet di perbankan. Saat saya masih tugas di Lampung. Akhirnya, saya berpikir dan membuat istilah. Ada kredit macet murni dan kredit macet tidak murni. Itu istilah saya dulu supaya saya mudah mendiagnosisnya.Apa yang dimaksud dengan kredit macet murni? Jadi, kredit macet harus dibedakan dong?Kredit macet murni adalah memang macet karena persoalan ekonomi dan post majeur, tidak dapat mengembalikan kredit dari bank. Misalnya, si A memiliki bisnis angkutan kota (angkot). Lalu, pinjam uang di bank. Agunan, proposal, dan syarat-syarat lengkap. Kemudian, terjadi negosiasi, studi kelayakan, dan lain-lain. Lalu, si A diberikan kredit. Ternyata, persaingan angkot tinggi. Si A tidak dapat mengembalikan kredit secara tepat waktu. Hal ini merupakan macet murni. Sementara itu, di sisi lain, juga pemberian kredit. Tetapi, sejak awal, mulai dari permohonan kredit sampai agunannya sudah dimanipulasi. Kemudian, kredit cair, lalu macet. Ini tidak murni. Ini korupsi. Pada kasus pertama merupakan perdata, sedangkan kasus kedua merupakan pidana. Pada kasus pertama, pihak bank dapat menggugat pengusaha angkot dengan hukum perdata. Bank menilai wajar saja tidak dapat mengembalikan kredit karena usahanya macet.Yang membuat ketakutan kalangan perbankan begini: perbankan memberikan kredit, lalu terjadi krisis ekonomi. Akibat krisis ekonomi tersebut, terjadilah kredit macet?Oh, iya. Tapi, pada awal permintaan kredit semuanya wajar ‘kan. Kalau wajar, tidak ada masalah. Perdata itu. Kejaksaan Agung menganggap bahwa satu rupiah pun kalau macet dan merugikan negara akan kena pasal kerugian negara selama pasal tersebut belum dicabut?Nanti dulu. Korupsi itu ada empat unsur jika kita bicara kerugian negara. Satu, barang siapa. Dua, perkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu badan. Tiga, dengan cara melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan. Empat, berakibat kerugian negara. Ini kumulasi. Bukan parsial. Jangan dilihat unsur terakhir saja.Seperti pengusaha angkot tadi. Pinjam kredit ada agunannya. Di mana melawan hukumnya. Katakan pengusaha angkot tadi menjadi kaya karena mendapat kredit. Ya. Melawan hukum? Di mana melawan hukumnya. Ada agunannya, ada permohonan kreditnya, sudah dilakukan studi, dan lain-lain. Dari sisi perbankan juga memenuhi 5C (character, capacity, capital, collateral, dan conditions). Memang, nasabah tadi tidak bisa mengembalikan kredit karena usahanya tidak jalan, sehingga mungkin menjadi kerugian negara. Tetapi, dari empat unsur tadi, tidak ada satu unsur yang masuk. Tidak dapat dikatakan korupsi. Tapi, mereka tidak dapat mengembalikan kredit?Pengusaha angkot tidak dapat mengembalikan kredit dari bank karena sistem perekonomian. Bukan karena pengusaha angkot tersebut. Sawah, misalnya, kena Super Toy, sehingga tidak bisa mengembalikan kredit. Itu bukan salah nasabahnya. Tetapi, kalau dari awal dimanipulasi, agunan nasabah fiktif, dan tidak melakukan pengecekan agunan, maka masuk dalam korupsi.Di kalangan perbankan, banyak bankir mendapat surat kaleng. Surat kaleng tersebut dikirim ke polisi dan kejaksaan. Ini menjadi masalah. Belum apa-apa sudah dipanggil. Kredit belum cair pun sudah dipanggil. Bagaimana ini?Kami beda penanganan karena kami sedikit kehati-hatian. Kami tidak boleh mementingkan penyidikan. Karena, kami ektrahati-hati, mulai dari penyidikan sampai ke bawah. Itu berapa tahapan kami lakukan. Berarti kalau terkena KPK, pasti terkena kasus korupsi?Pasti. Kalau penyidik ya. Kalau penyidikan, kami yakin sudah lengkap. Kenapa begitu? Karena fifty-fifty saja saya tidak mau. Ada staf kami lapor. Kami tanya mana buktinya. Staf saya katakan masih fifty-fifty. Kami katakan tidak.Sekarang soal BPD yang menyangkut hubungan pemilik, yaitu pemda dan BPD. Setiap pemerintah daerah menyimpan uangnya di BPD. Saat ini jika ada premium rate selalu jadi masalah. Logikanya, kalau pegawai negeri ‘kan tidak boleh. Tapi, kalau uang pemda ditaruh di bank asing atau bank swasta, berarti bank swasta dapat memberi premium rate yang bisa melemahkan BPD untuk bersaing? Bagaimana pendapat Anda?Jadi, sebetulnya, kami yang memulai mengangkat persoalan ini. Karena, kami mulai menemukan indikasi. Tetapi, setelah kami telusuri, kok hampir semua kabupaten seperti itu. Sekarang, masalahnya adalah kita kembali kepada pendekatan hukum. Hukum kembali tujuannya apa sih. Untuk ketertiban dan ketenteraman? Kalau kemudian penegakan hukum tidak tertib, ini ‘kan tidak tercapai penegakan hukum itu. Jadi, kalau saya usut ini apakah tidak berhenti para pejabat kita. Karena, banyak yang bermasalah. Apakah itu yang kita inginkan. Kami lihat masalahnya. Oh, ini tidak ada. Ini hanya penempatan. Masih bisa kita bina. Masih bisa kita cegah di kemudian hari. Tetapi, kita tata. Hai Pak, kembalikan, kembalikan! Lalu?Persoalannya ada dua. Pertama, penempatan APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah) di bank daerah. Ditawari premium rate, lalu pejabat daerah tertarik menempatkan dana di bank daerah. Karena ditempatkan di bank daerah dan sudah biasa terjadi di kalangan perbankan, Anda lebih tahu, bahkan terjadi “terima kasih” atau apa itu. Sudah biasalah diperbankan. Sampai di situ sih no problem.Tetapi, persoalannya adalah persoalan hukum yang akan timbul adalah siapa yang menerima premium rate. Kalau yang menerima premium rate adalah pejabat publiknya, dia akan bertemu dengan KPK. Tetapi, kalau yang menerima adalah pejabat daerah kemudian pejabat tersebut tidak memasukkannya ke rekening pribadinya melainkan memasukkannya ke kas daerah untuk menambah kekayaan daerah, reward akan kami berikan kepada pejabat tersebut. Sejauh ini bagaimana pemahaman bankir di BPD?‘Kan sudah saya kumpulkan seluruhnya. Sudah saya beri pemahaman. Hal-hal ini sudah saya berikan semacam rambu-rambu. Jadi, harus dibenahilah. Karena, kita tahu, perbankan adalah lembaga peredaran publik. Kegiatan ekonomi akan terlihat dari peran perbankan. Benahi! Kalau sudah terima, kembalikan. Pindahkan dari rekening pejabat daerah ke rekening kas daerah. Tinggal begitu saja. Selesai. Bagaimana dengan kasus Agus Condro yang kemudian ditemukan 400 cek perjalanan. Apakah masih fifty-fifty?Itu bukan fifty-fifty lagi. Masih di bawah fifty-fifty karena baru Agus Condro yang bicara. Memang, kami sudah dapat dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Tapi, dapatnya ‘kan baru fakta bahwa memang ada travel cheque dicairkan. Orang mencairkan cheque ‘kan bukan pidana. Jadi, dianggap pidana apabila transaksi itu melakukan kejahatan. Apa yang dimaksud kejahatan masuk dalam unsur yang saya sebutkan di atas tadi. Kalau yang di atas tadi ‘kan kerugian negara. (Kasus) Agus Condro ‘kan tidak ada kerugian negara. Tetapi, harus masuk unsur pegawai negeri atau pejabat negara menerima hadiah atau janji untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Mari kita ukur. Dapat hadiah? Ya, dapat hadiah. Terus, untuk berbuat dan tidak berbuat sesuatu? Itu saja belum tahu. Kalau mencairkan saja, normal. Namun, kabar yang complitable adalah Miranda Goeltom. Bagaimana hubungan antara Miranda dengan Agus Condro? Harus kami cari itu. Jadi, jangan sampai salah tangkap. Menurut Antasari Azhar kepada wartawan (empat hari setelah wawancara dengan InfoBank), KPK telah memastikan meningkatkan status kasus penemuan 400 cek perjalanan ke tahap berikutnya. ”Kami sudah meningkatkan menjadi penyelidikan sejak empat hari lalu,” kata Antasari Azhar. Dengan meningkatkan status pengusutan tersebut, Antasari berjanji akan segera mungkin menyelidiki segala hal mengenai pemberi, penerima, dan motif pemberian cek tersebut. ”Dengan penyelidikan, kami akan tahu apakah ada indikasi tindak pidana korupsi atau tidak. Jika ada, maka kami akan melanjutkan penyidikan,” kata Antasari Azhar.Pengusutan KPK ini boleh jadi akan menelusuri 41 anggota DPR anggota Komisi IX DPR RI periode 1999-2004. Mereka inilah yang diduga menerima cek perjalanan saat pemilihan Miranda S. Goeltom sebagai seputi senior BI pada 2004 lalu.Penangkapan Burhanuddin Abdullah oleh KPK merupakan kebijakan kolektif. Ada deputi gubernur BI dan unsur-unsur seperti itu. Jadi, bukan tanggung jawab mutlak Burhanuddin. Apa pendapat Anda? Sama. Kami sependapat dengan itu. Publik banyak bertanya. Tapi, mengapa yang menjadi tersangka hanya Burhanuddin Abdullah?Siapa bilang. Jadi, kalau melihat suatu perkara jangan melihat dengan mata hati Maksud Anda?Memang, saya katakan kemarin di DPR, tidak banyak kalimat saya katakan bahwa tolong dicatat kami masih bekerja. Dan, kami belum berhenti dengan pekerjaan itu. Kami kira itu sudah jelas. Karena, seorang penegak hukum tidak boleh seperti janji kampanye. Tidak boleh berjanji dan tidak boleh menyampaikan target. Itu bahaya. Karena, menyangkut hak asasi orang.Jadi, tinggal menunggu waktu?Ada sebagian orang bilang seperti itu. Tapi, bukan kami. Bagaimana kalau ada anggapan bahwa kebijakan kok jadi kriminal?Sebelum saya mengangkat perkara ini atau tidak lama saya angkat perkara ini, saya pernah berdebat dengan seorang pakar di Indonesia mengenai kebijakan. Dia katakan, Pak Antasari kalau Anda mengusut kebijakan seperti itu, maka orang tidak berani lagi membuat kebijakan di Indonesia. Saya katakan pada dia. Apakah saya salah? Atau, Bapak yang keliru? “Kenapa Pak Antasari?” kata dia. Kami bicara dari kacamata hukum. Kalau kebijakan yang berpihak pada kepentingan umum tidak masalah. Discrazy ada. Di hukum pun ada. Seperti wadahnya yurisprudensi. Hilang sifat melawan hukum jika kepentingan umum terlayani. Itu discrazy. Ada. Boleh ‘kan. Tetapi, kalau kebijakan untuk orang per orang bagaimana?Dalam pemberantasan korupsi di BI, KPK terkesan “tebang pilih”. Hanya beberapa pejabat BI yang ditahan, tidak melibatkan anggota DPR yang diduga ikut menikmati uang. Yang lain masih bebas berkeliaran di luar tahanan? Itulah yang kami katakan bahwa banyak yang kami tahu, banyak yang kami kerjakan. Tetapi, tidak semua yang kami tahu dan tidak semua yang kami kerjakan, kami bisa di-clear. Pertama, terkait dengan standar profesi dan etika profesi. Kedua, apa yang dilakukan KPK tentunya kami ingin berhasil. Karena itu, kami memiliki strategi. Yang nampak di masyarakat hanya tebang pilih dari keluarga presiden. Saat ini bilang tebang pilih karena memiliki kepentingan. Padahal, kami memiliki strategi untuk berhasil. Nanti, begitu selesai semua kasus BI, yang mengatakan tebang pilih berbalik. Saat ditanya hasilnya tidak tebang pilih, dia berkata, saya ‘kan mengatakan tebang pilihnya dulu. Padahal, itu sudah telanjur dikatakan dia. Jadi, wajar saja penilaian publik seperti itu. Kami bisa meresponsnya dengan baik. Tetapi, kami memiliki arah seperti itu.Anda belum akan berhenti sampai sini?Di depan DPR, kami katakan bahwa kami belum berhenti. Kami masih bekerja. Tolong dicermati. Ketika kami mengatakan bahwa kami berhenti, silakan gugat kami kalau kami melakukan tebang pilih.Ada yang menginginkan KPK mengusut kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI)? Kami juga telah menyampaikan (masalah tersebut) ke DPR bahwa kasus BLBI masih ditangani Kejaksaan Agung. Itu pondasi penjelasan kami. Sekarang, posisinya ada di mana? Posisinya pada saat itu di Kejaksaan Agung. Posisinya surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Kemudian, ada pihak resend mengajukan praperadilan. Kejaksaan kalah. Pada saat itu, kejaksaan harusnya sudah dapat membuka kembali kasusnya. Meluruskan. Tetapi, kejaksaan mengambil sikap banding. Banding berarti posisinya saat ini ada di pengadilan tinggi.Kalau nanti di pengadilan tinggi putusannya, katakanlah bahwa SP3 yang dikeluarkan Kejaksaan Agung itu sah, berarti semua pihak demi kepastian hukum harus menghormati itu. Karena, yang mengeluarkan keputusan adalah lembaga peradilan. Kita, jadilah bangsa yang menghormati sistem yang kita buat sendiri. Tetapi, jika nanti SP3 ini dikatakan oleh pengadilan tinggi kalah, sama dengan keputusan pengadilan negeri, maka kejaksaan demi hukum harus melanjutkan perkara BLBI itu.Posisi KPK di mana?Di mana posisi KPK? Di situ KPK baru masuk sebagai supervisi. Hai kejaksaan, putusannya seperti itu! Teruskan! Kalau nanti kejaksaan berdalih, inilah, itulah, dan segala macam, kita adakan gelar bersama. Setelah gelar bersama masih inilah, itulah, dan segala macam, baru KPK mengambil alih. Jadi, ada prosedurnya. Pengambilalihan oleh KPK ini bukan merampas. Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III (DPR), awal September lalu, Jaksa Agung, Hendarman Supandji, mempersilakan KPK memgambil alih penyelidikan dan penyidikan kasus BLBI, terutama dengan obligor, Sjamsul Nursalim dan Anthony Salim. Hedarman menegaskan, penghentian penyelidikan kasus itu berdasarkan kesimpulan tim yang terdiri dari 35 jaksa, termasuk Urip Tri Gunawan. Dalam (perkara) tersebut, anggota Komisi III, Nadrah Izahari, mengatakan, penghentian penyelidikan kasus itu sangat kental rekayasa. Praktik suap yang menimpa Jaksa Urip diyakini tidak sendirian, tetapi melibatkan sejumlah pihak.Antasari Azhar punya filosofi hidup bahwa dia akan merasa senang jika dapat membahagiakan orang lain. Banyak teman, saudara, bahkan bawahannya datang kepadanya dan menceritakan masalah yang mereka hadapi. Pria berkumis ini pun membantunya memberikan solusi, bukan memberikan uang. Dia mengaku akan merasa senang bila solusi yang dia berikan itu dijalankan dan orang yang punya masalah itu terbebas dari masalahnya.Filosofi hidup seperti itu didapat saat dirinya masih kecil. Saat kanak-kanak, ibunya menerapkan sikap disiplin yang kuat kepada Antasari. Sang ibu pernah berkata, jika ingin mendapatkan uang, harus berkeringat. Karena itu, setiap Sabtu dan Minggu ibunya selalu memberikan es mambo kepada Antasari untuk dijual. Dia pun berjualan es mambo keliling kampung. Uang hasil penjualan es, dia berikan kepada sang ibu. Dari hasil penjualan es itu, ibunya memberikan upah 50 sen kepada Antasari sebagai uang jajan. Lima puluh sen lagi ditabung ibunya di tabungan Antasari. Selain kepada Antasari, ibunya juga menyuruh anak-anak kampung, teman main Antasari, untuk menjual es mambo bikinan ibunya. “Nah, saat anak-anak tersebut menerima upah dari ibu saya, wajah anak-anak tersebut bersinar-sinar. Dari situ timbul filosofi hidup saya bahwa saya akan merasa senang jika dapat membahagiakan orang lain,” katanya.Antasari Azhar dilahirkan di Pangkal Pinang, Bangka, 18 Maret 1953. Ayah dua anak ini semula bercita-cita ingin menjadi diplomat. Alasannya agar bisa bepergian ke luar negeri. “Karena ayah saya pegawai negeri, jadi kapan saya ke luar negeri. Simple saja,” kata mantan Direktur Jaksa Agung Muda (JAM) Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung periode 2006-2007. Pendidikan formal pria berkacamata ini dimulai dari Sekolah Dasar (SD) Negeri I Belitung (1965). Kemudian, dilanjutkan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri IX Jakarta (1968) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) VII Jakarta (1971). Lulus SMA, pria yang suka bermain golf ini meneruskan pendidikan di Fakultas Hukum (FH) Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang, Sumatra Selatan, dan lulus pada 1981. Tak puas dengan pendidikan strata satu (S1), mantan Ketua Senat FH Unsri ini lantas meneruskan pendidikan S2 program magister hukum di STIH IBLAM dan lulus pada 2000.Selain menempuh pendidikan formal, anak keempat dari 15 bersaudara ini juga mengikuti beberapa pendidikan nonformal. Dia pernah mengikuti pendidikan commercial law di New South Wales University Sidney (1991) dan investigation for environment law di EPA, Melbourne (2000). Dia juga pernah mengikuti pendidikan spesialis subversi, spesialis korupsi, spesialis lingkungan hidup, keamanan negara, dan wira intelijen.
Langganan:
Postingan (Atom)